Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja ekspor industri keramik mengalami penurunan 13 persen pada Januari–Agustus 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan kendala seperti mahalnya ongkos pengangkutan dan lockdown di sejumlah netara tujuan ekspor, menjadi faktor yang menekan kinerja pengapalan keramik.
Padahal sepanjang tahun lalu, ekspor keramik mampu mencatatkan angka pertumbuhan tertinggi sejak 2015, yakni sebesar 23 persen.
"Kinerja ekspor tahun ini kurang menggembirakan dibanding dengan tahun lalu dengan beberapa kendala utama seperti masih sangat mahalnya biaya kontainer ekspor dan gangguan lockdown," katanya kepada Bisnis, Kamis (7/10/2021).
Edy melanjutkan penurunan ekspor terjadi untuk beberapa negara tujuan seperti Filipina, Taiwan, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Inggris.
Dia melanjutkan mahalnya biaya kontainer bahkan secara absolut lebih besar daripada total nilai produk keramik yang diekspor. Hal itu memaksa pembeli luar negeri untuk menunda pemesanan.
Sementara itu, terkait dengan krisis energi di China yang kini juga merembet ke India, Edy mengatakan hingga kuartal terakhir tahun ini dampaknya belum akan terasa pada berkurangnya produk impor di pasar domestik.
Seperti diketahui, China dan India bersama dengan Vietnam merupakan negara pesaing yang produknya banyak membanjiri pasar dalam negeri. Impor keramik dari China bahkan melonjak 105 persen pada periode Januari-Juli 2021, sedangkan dari India naik 20 persen.
Adapun krisis energi di China yang memaksa pabrik-pabrik menghentikan aktivitas produksi, kini merembet ke India yang mulai kekurangan batu bara.
"Untuk jangka pendek di kuartal IV/2021 sepertinya gangguan energi di China dan India tidak terlalu mempengaruhi keberadaan produk impor keramik di dalam negeri karena lonjakan ekspor yang luar biasa," ujar Edy.
Dia mengatakan para importir masih memiliki stok yang lebih dari cukup untuk memasok pasar dalam negeri.