Bisnis.com, JAKARTA – Bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk produk garmen memasuki tahap finalisasi.
Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan beleid yang mengatur besaran safeguard tinggal menunggu diteken oleh Menteri Keuangan.
"Saat ini sedang di Kementerian Keuangan untuk penetapan menjadi Peraturan Menteri Keuangan," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/10/2021).
Namun, Elis enggan menyebut besaran tarif safeguard yang telah disepakati kementerian dan lembaga sejauh ini. Tetapi, dia berharap ketetapan itu bisa menjadi jalan tengah yang sama-sama menguntungkan semua pihak, baik pelaku industri dalam negeri, pengusaha global, maupun konsumen.
"Semoga besaran yang akan ditetapkan tersebut sudah win-win solution," ujarnya.
Sebelumnya Elis mengatakan besaran tarif safeguard yang diusulkan Kemenperin bervariasi sesuai dengan segmentasi produk garmen. Tetapi, besaran tarif safeguard telah mengacu pada paritas antara produk impor dan lokal, serta mempertimbangkan aspek industri ritel dan daya beli masyarakat.
Sementara itu, pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) banyak berharap pemberlakuan safeguard ini dapat mengerek kinerja dengan segera pada penghujung tahun ini.
Secara year-on-year sektor tekstil dan pakaian jadi mencatatkan kontraksi 4,54 persen pada kuartal II/2021, sedangkan quarter-to-quarter tumbuh 0,43 persen. Elis meyakini dengan pelonggaran pergerakan masyarakat saat ini, kinerja tekstil mampu terangkat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan jika penerapan aturan itu segera dilakukan, maka akan mengerek kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mulai kuartal IV/2021.
"Minimal [pemulihan] bisa dimulai dari kuartal terakhir, dengan begitu mempercepat tahapan pemulihan. Tapi kalau belum juga direalisasikan, jadi terseok-seok terus ya," katanya. Rizal memperkirakan utilisasi industri akan berada di atas 50 persen sampai akhir tahun.