Bisnis.com, JAKARTA – PT PLN (Persero) menyusun strategi mengantisipasi kelebihan pasokan atau oversupply listrik di tengah upaya pemerintah meningkatkan jumlah pembangkit di tengah menurunnya konsumsi listrik.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan bahwa realisasi pertumbuhan konsumsi listrik pada 2020 minus 0,79 persen. Kondisi tersebut mengubah proyeksi pertumbuhan konsumsi listrik menjadi 4,9 persen per tahun hingga 2030.
Angka itu terkoreksi cukup dalam dibandingkan dengan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019–2028 dengan rerata 6,4 persen per tahun.
Di sisi lain, sebagian besar pembangkit listrik dalam program 35 gigawatt (GW) telah memasuki masa konstruksi dan akan segera beroperasi. Rencana itu pun telah disusun sejak 2015.
Peningkatan pembangkit tersebut dinilai berpotensi menyebabkan oversupply karena pasokan listrik yang tersedia terus bertambah dalam jumlah besar di tengah demand yang rendah.
“PLN berupaya mengurangi risiko atau dampak oversupply, antara lain dengan peningkatan demand dengan pemasaran yang agresif, seperti kompor induksi, kendaraan listrik, dan lain-lain,” katanya, Selasa (5/10/2021).
Kemudian, PLN juga akan mendorong pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menumbuhkan demand listrik.
Pertumbuhan ekonomi, katanya, akan menciptakan demand baru di kawasan industri, kawasan ekonomi khusus (KEK), destinasi pariwisata prioritas, serta destinasi pariwisata super prioritas.
Perusahaan setrum juga turut meminimalkan kapasitas infrastruktur baru yang dilanjutkan dengan relokasi pembangkit listrik tenaga gas/pembangkit listrik tenaga gas uap ke daerah yang membutuhkan. Langkah tersebut dilakukan untuk menekan biaya investasi dan meningkatkan utilitas aset.
Selanjutnya, perseroan juga akan melakukan negosiasi kesesuaian jadwal kepada independent power producer (IPP) pembangkit maupun penyedia listrik.
“Keenam, melaksanakan program co-firing yang tidak memerlukan capex [belanja modal] atau pembangunan pembangkit baru, dan hanya mengoptimalkan biaya opex [pengeluaran operasional], sehingga risiko oversupply dapat dihindari sejalan dengan meningkatkan bauran EBT,” terangnya.