Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengajak sektor bisnis menerapkan ekonomi sirkular untuk membantu mengurangi limbah.
Ekonomi sirkular diterapkan khususnya di 5 (lima) sektor industri prioritas yaitu makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, elektronik, dan ritel yang menggunakan kemasan plastik.
Berdasarkan kajian Bappenas, penerapan ekonomi sirkular akan dapat mengurangi limbah pada lima sektor prioritas tersebut sebesar 18-52 persen dibandingkan hanya dengan skenario business as usual pada 2030 mendatang.
"Dengan circular economy ini, kita berharap betul termasuk peran dari sisi industri, dan konsumen, kita bisa mengurangi limbah-limbah ini cukup signifikan," kata Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam pada webinar, Selasa (28/9/2021).
Medrilzam menjabarkan secara rinci signifikansi pengurangan limbah pada lima industri prioritas dengan menggunakan ekonomi sirkular, hingga 2030. Pada industri makanan dan minuman, penerapan ekonomi sirkular diperkirakan bisa mengurangi limbah hingga 42,5 juta ton (-52 persen) pada 2030, dari limbah yang dihasilkan sebanyak 88,6 juta ton.
"Limbah makanan ini misalnya kita bisa mengurangi hampir setengahnya," kata Medrilzam.
Baca Juga
Lalu, ekonomi sirkular diperkirakan bisa mengurangi limbah yang dihasilkan pada industri tekstil hingga 3,2 juta ton pada 2030 (-18 persen) dari limbah yang dihasilkan sebesar 3,9 juta ton, jika hanya mengandalkan metode business as usual.
Selanjutnya, limbah konstruksi bisa dikurangi hingga 42,5 juta ton (-20 persen) dari 52,8 juta ton; limbah kemasan plastik ritel bisa dikurangi hingga 4,8 juta ton (-36 persen) dari 7,5 juta ton; dan limbah elektronik bisa dikurangi hingga 1,9 juta ton (-24 persen) dari 2,5 juta ton. Semuanya bisa dicapai pada 2030 dengan penerapan ekonomi sirkular.
Khususnya pada limbah makanan, Medrilzam mengatakan limbah dari industri sangat membebani pengelolaan limbah dan sampah di Indonesia, karena tingginya tingkat produksi pada sektor tersebut.
Dari kurun waktu 2000-2019, hasil food loss dan waste di Indonesia mencapai 115-184 kilogram per kapita per tahun. Dari sisi emisi, total emisi timbulan dari limbah makanan pada 2000-2019 mencapai kumulatif 1,7 juta ton CO2 ekuivalen. Dengan rata-rata kontribusi per tahun, angka tersebut setara dengan 7,29 persen emisi gas rumah kaca Indonesia.
Sementara, pada sisi ekonomi, kerugian yang ditimbulkan dari limbah tersebut pada kurun waktu 2000-2019 setara dengan 4-5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Kerugian ekonomi karena kita buang-buang makanan itu [mencapai] Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun," jelas Medrilzam.
Oleh karena itu, Bappenas mendorong agar semua pihak bisa menerapkan ekonomi sirkular. Berdasarkan laporan Bappenas hasil kerja sama dengan pemerintah Kerajaan Denmark dan UNDP pada awal 2021, penerapan ekonomi sirkular tidak hanya bisa menguntungkan dari segi lingkungan, namun juga pada sisi ekonomi.
Pada kajian tersebut, penerapan ekonomi sirkular di Indonesia bisa meningkatkan produk domestik bruto (PDB) pada 2030 di kisaran Rp593 triliun hingga Rp638 triliun.
"Secara ekonomi pun setelah dihitung ternyata implikasinya besar sekali. Potensinya bisa meningkatkan PDB sampai Rp500-Rp600 triliun berdasarkan proyeksi di tahun 2030," kata Medrilzam.
Sementara di sisi ketenagakerjaan, dia menyebut penerapan ekonomi sirkular di Indonesia bisa memberikan 4,4 juta tambahan lapangan kerja yang berkaitan dengan ekonomi hijau atau green jobs sampai 2030.