Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta perbankan untuk tidak ragu menyalurkan pinjaman modal atau kredit kepada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menyusul momentum pemulihan ekonomi nasional.
Sri beralasan pemerintah tengah berfokus untuk menjaga tren pelandaian kurva pandemi Covid-19 sembari mempercepat pemulihan ekonomi di sejumlah sektor terdampak signifikan beberapa waktu terakhir. Kementerian Keuangan, kata Sri, telah memprioritaskan anggaran untuk penanganan pandemi sertai pemulihan ekonomi tersebut.
“Ini untuk menciptakan kembali rasa percaya diri kepada dunia usaha terutama perbankan untuk mampu menyalurkan kreditnya lagi ke sektor yang masih dianggap berisiko besar akibat Covid-19,” kata Sri saat Rakornas Parekraf Tahun 2021 secara daring, Senin (27/9/2021).
Adapun, Kementerian Keuangan mengalokasikan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sebesar Rp699,43 triliun untuk menanggulangi pandemi dan membangkitkan ekonomi nasional pada 2021. Dana tersebut meningkat dari alokasi sebelumnya yang sebesar Rp695,2 triliun atau meningkat 20,63 persen dari realisasi anggaran PEN 2020.
Anggaran PEN 2021 berfokus pada lima bidang yakni, kesehatan sebesar Rp176,3 triliun, perlindungan sosial Rp157,4 triliun, dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi Rp186,8 triliun, insentif usaha dan pajak Rp53,9 triliun, serta program prioritas Rp125,1 triliun.
“Kita mencoba menyehatkan kembali termasuk di dalam keputusan kebijakan dan berbagai instrumen itu untuk menyehatkan ekonomi dan dunia usaha,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan banyak pengusaha pariwisata kesulitan untuk menghidupkan kembali lini usaha lantaran minimnya modal usaha dan tingginya beban perusahaan selama tiga semester tidak beroperasi.
“Kita sulit di modal kerja karena sudah banyak hotel-hotel yang tutup terutama seperti di Bali. Modal kerja itu dipakai untuk memperbaiki semua peralatan, mesin dan perawatan gedung,” kata Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani melalui sambungan telepon, Selasa (14/9/2021).
Sementara itu, Hariyadi menuturkan perbankan enggan memberi modal kerja kepada perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata. Alasannya, bank sudah menganggap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif berisiko alias terdampak serius akibat pandemi Covid-19.
“Pemerintah harus turun tangan karena program-program penjamin korporasi tidak jalan. Si penjamin berhitung risiko, semua dianggap berisiko jadi tidak ada yang mau diesekusi. Kalau destinasi wisata mau jalan, harus ada intervensi,” kata dia.
Selain itu, dia mengatakan pelaku usaha mencatatkan beban perusahaan yang terbilang tinggi seperti utang-utang ke bank, pemasok, pajak, dan masalah ketenagakerjaan. Menurut dia, pemerintah mesti mengintervensi proses restrukturisasi utang yang sedang berjalan.
“Sekarang prosesnya bunga ditumpuk di belakang. Itu kemungkinan besar pasti ada masalah karena bank mau secepatnya untuk dikembalikan. Intinya beban di pariwisata besar sekali atas biaya yang terjadi ini,” kata dia.