Bisnis.com, JAKARTA - Kasus gagal bayar Evergrande yang terjadi di China dinilai perlu diwaspadai karena bisa berdampak terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
Potensi imbasnya ke Tanah Air, menurut Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, setidaknya melalui dua jalur yaitu ekspor dan utang.
"Sebenarnya kalau Evergrande ini tergantung juga oleh langkah yang dijalankan oleh China/Tiongkok. Kalau memang snowballing, menjadi lebih besar lagi, itu dampaknya terhadap Indonesia paling tidak [melalui] 2-3 channel," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (23/9/2021).
Dari sisi ekspor, Yose mengatakan krisis likuiditas Evergrande bisa berdampak pada penurunan harga komoditas karena pengaruh langsung terhadap ekonomi China. Namun, hal itu akan terjadi jika upaya pemerintah China untuk melokalisasi risiko tersebut tidak meredam efek yang dihasilkan.
Untuk mengatasi hal ini, dan jika terjadi krisis-krisis serupa ke depannya, Yose menyebut pemerintah perlu mendorong transisi ekspor yang tidak hanya fokus ke komoditas.
"Selama ini kan pemerintah sangat senang mengangkat ekspor kita meningkat sekian persen. Padahal ini semua kan karena harga komoditas yang kemungkinan tidak akan berlanjut terus. Apalagi setelah ada permasalahan seperti ini," terang Yose.
Baca Juga
Selanjutnya, dari sisi utang, krisis Evergrande bisa berdampak pada utang-utang dari negara berkembang yang berpotensi menjadi mengalami penurunan kredibilitas.
Menurut Yose, confidence terhadap utang-utang dari negara berkembang berpotensi terpengaruh karena melihat kerapuhan ekonomi China, jika efek krisis Evergrande cukup besar. Maka itu, dia mengatakan pemerintah perlu lebih hati-hati dalam melihat perkara utang, meskipun masih dibutuhkan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
"Kalau pengaruhnya [krisis Evergrande] ini bisa tinggi, tentunya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan pemulihan ekonomi [Indonesia] jadi terhambat," tuturnya.
Meski demikian, dampak krisis Evergrande Group dinilai tidak akan terlalu besar. Termasuk, tambah Yose, untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III/2021.
Adapun, pemerintah memproyeksikan ekonomi kuartal III/2021 tumbuh di kisaran 4-5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Yose menilai ekonomi Indonesia bisa setidaknya mencapai pertumbuhan di angka 4 persen (yoy) pada kuartal tersebut.
"Kalau kuartal III, ini dampak dari eksternal tidak terlalu ada pengaruhnya. Belum kelihatan. Harga komoditas, yg memang sdh mulai turun sekarang ini, tapi kan lebih ke antisipasi. Penurunannya belum terlalu kelihatan," katanya.