Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Battery Corporation (IBC) mengatakan Indonesia memilki satu keunggulan dalam hal produksi baterai mobil listrik (EV). Perusahaan gabungan empat BUMN, yakni PT Antam Tbk., PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero) dan Mind ID ini menargetkan masuk pasar global baterai EV pada 2025.
Presiden Direktur IBC Toto Nugroho menjelaskan keuntungan dari pengembangan industri yang dimulai di hilir adalah keunggulan biaya produksi. "Kami sudah menghitung, ketika kami produksi baterai di Indonesia dan diekspor ke AS, Eropa, bahkan China, kami punya harga yang kompetitif, karena nikelnya di sini," ujarnya dalam diskusi online, Kamis (23/9/2021).
Adapun saat ini IBC tengah melakukan finalisasi kemitraan dan ditarget selesai pada tahun ini. Proses selanjutnya adalah engineering procurement construction (EPC) pada 2022.
Adapun operasi komersial untuk smelting dan recycling, diproyeksikan dimulai pada 2024 dan pada 2025 untuk prekursor, katode, dan baterai sel.
"Sehingga pada 2025 ke depan Indonesia telah menjadi pemain baterai kelas dunia dengan pasar domestik dan internasional," kata Toto
Toto mengatakan untuk mengembangan bisnis EV secara terintegrasi dari hulu ke hilir, pihaknya membutuhkan total investasi US$15,3 miliar dengan kapasitas 140 giga watt per hour. Hal itu mencakup smelting nikel, prekursor, katode, baterai sel, hingga industri daur ulang.
Menurutnya tantangan terbesar dalam pengembangan investasi di sektor ini adalah nilai keekonomian yang sesuai. Namun, hal itu telah ditunjang dengan proyeksi penjualan kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 8 juta unit pada 2030. Pada skenario optimistis, EV mencakup 29 persen dari total penjualan kendaraan.
Adapun proyek baterai mobil listrik di Karawang memiliki nilai investasi US$1,1 miliar atau setara Rp15,6 triliun. Dalam proyek tersebut, IBC menggandeng mitra strategis yakni konsorsium asal Korea Selatan, LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group.