Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Setop Pembangunan Pembangkit Listrik Batu Bara di Luar Negeri

China berencana menghentikan pembangunan pembangkit listrik berbasis batu bara baru di negara lain. Kebijakan itu pun berpotensi menghentikan pendanaan internasional untuk proyek batu bara di sejumlah negara.
Presiden China Xi Jinping/Reuters
Presiden China Xi Jinping/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – China berencana menghentikan pembangunan pembangkit listrik berbasis batu bara baru di negara lain. Kebijakan itu pun berpotensi menghentikan pendanaan internasional untuk proyek batu bara di sejumlah negara.

Saat pertemuan Majelis Umum PBB, Presiden Xi Jinping berkomitmen untuk menjalankan janjinya membuat China mencapai karbon netral pada 2060. Janji itu telah disampaikan sejak tahun lalu.

“China akan meningkatkan dukungan untuk negara berkembang lainnya dalam mengembangkan energi hijau dan rendah karbon, serta tidak akan membangun proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di luar negeri,” katanya dilansir Bloomberg, Rabu (22/9/2021).

Langkah tersebut bisa membuat pengembangan batu bara di masa depan akan gelap seiring upaya internasional yang mulai serius pada proyek energi baru terbarukan.

International Institute of Green Finance yang berbasis di Beijing menyebutkan bahwa lebih dari 70 persen dari semua pembangkit listrik berbasis batu bara yang dibangun saat ini bergantung kepada pendanaan China.

“Ini adalah langkah maju yang besar. Ini membuka pintu untuk ambisi iklim yang lebih berani dari China dan negara-negara penting lainnya, di dalam dan luar negeri,” kata President dan CEO World Resources Institute, Manish Bapna.

Saat sidang Majelis Umum PBB, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden juga berjanji untuk menggandakan jumlah uang yang akan dikeluarkan Negeri Paman Sam guna membantu negara-negara miskin memerangi perubahan iklim.

Penelitian Overseas Development Institute (ODI) yang berbasis di Inggris dan Wales menemukan fakta bahwa negara-negara kaya telah melewatkan komitmennya untuk memenuhi janji pendanaan US$100 miliar per tahun mulai 2020.

Dari kajian itu ditemukan bahwa Australia, Kanada, Yunani, Selandia Baru, Portugal, dan Amerika Serikat hanya berkontribusi kurang dari 20 persen dari komitmen yang telah disepakati.

Selain itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa parlemennya akan berupaya menyetujui Perjanjian Paris mulai bulan depan. Turki diketahui negara yang paling minim berkontribusi menjalankan Paris Agreement.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper