Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terlilit Utang Rp4.000 Triliun Lebih, Saham Evergrande Jatuh Semakin Dalam

Evergrande adalah raksasa perusahaan real estat China yang paling terbebani utang saat ini. Perusahaan memiliki tagihan, pinjaman, dan pembayaran obligasi yang belum dibayar senilai US$300 miliar atau Rp4.290 triliun, dengan kurs Rp14.300/ dolar AS.
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Saham Evergrande Group anjlok semakin dalam di pasar ekuitas dan kredit pada Selasa (21/9/2021).

Hal ini semakin menguatkan kekhawatiran terhadap risiko penularan, terlebih setelah S&P Global Ratings memprediksi konglomerat itu akan jatuh ke dalam default.

Evergrande adalah raksasa perusahaan real estat China yang paling terbebani utang saat ini. Perusahaan memiliki tagihan, pinjaman, dan pembayaran obligasi yang belum dibayar senilai US$300 miliar atau Rp4.290 triliun, dengan kurs Rp14.300/ dolar AS.

Dilansir Bloomberg, saham Evergrande di bursa Hong Kong terkontraksi hingga 7 persen setelah penutupan perdagangan pada Senin, menjadi yang terendah dalam satu dekade terakhir.

Obligasi dolar yang jatuh tempo pada 2022 turun 0,3 sen menjadi 24,9 sen, yang berarti harga telah merosot 75 persen sejak akhir Mei, berdasarkan Bloomberg. Penerbit obligasi sampah ini menjadi obligasi dengan imbal hasil tertinggi di Asia.

“Kami yakin Beijing hanya akan terpaksa turun tangan jika terjadi penularan luas yang menyebabkan banyak pengembang besar gagal dan menimbulkan risiko perekonomian. [Jika] Evergrande gagal sendiri tidak akan berujung pada skenario seperti itu," seperti disebutkan dalam laporan.

Menurut S&P, permasalahan lebih lanjur diyakini bakal memukul kepercayaan diri investor di sektor properti China dan pasar kredit berperingkat non investasi.

Kekhawatiran penularan ke pasar kredit juga telah memicu aksi jual. Pada Selasa, obligasi dolar berperingkat tinggi mengalami penurunan. Adapun penurunan saham juga berlanjut, meskipun saham properti di Hong Kong melambung setelah merosot pada Senin.

Pemimpin Evergrande Hui Ka Yan mengatakan kepada karyawannya bahwa dia yakin perusahaan dapat melewati masa kelam ini secepatnya, seperti diberitakan oleh Securities Times yang mengutip surat dari perusahaan.

Perusahaan akan mempercepat dimulainya kembali konstruksi untuk memastikan penyerahan gedung. Hal tersebut telah dikonfirmasai oleh seorang juru bicara Evergrande.

Saat ini, investor juga mempertimbangkan kemungkinan pengetatan kebijakan oleh pemerintah di sektor properti yang terjadi pada beberapa tahun lalu melalui upaya tiga garis merah untuk menahan pertumbuhan utang.

Analis Citigroup Inc., Judy Zhang mengatakan Beijing akan mengambil tindakan untuk mencegah krisis Evergrande menjadi seperti yang terjadi pada Lehman Brothers yang sempat menjadi bank investasi terbesar keempat di AS sebelum bangkrut pada 2008.

Namun, sejumlah bank kemungkinan akan menjadi korban. "Pembuat kebijakan kemungkinan akan menentukan bottom line untuk mencegah risiko sistematis dengan mengulur waktu guna menyelesaikan risiko utang. [Pemerintah] akan mendorong pelonggaran marjinal untuk lingkungan kredit secara keseluruhan," katanya Judy.

Analisis Citi tentang eksposur pinjaman bank kepada pengembang berisiko tinggi menunjukkan bahwa risiko kredit adalah yang tertinggi untuk China Minsheng Banking Corp., Ping An Bank Co., dan China Everbright Bank Co.

Berdasarkan analisis Citi, bank yang dimaksud akan terkena imbas terburuk di antaranya adalah China Minsheng Banking Corp., Ping An Bank Co., dan China Everbright Bank Co.

Sementara itu Kepala Riset Makro Barclays Plc Ajay Rajadhyaksha dan Kepala Ekonom China Jian Chang juga mengatakan dalam catatan bahwa risiko gagal bayar pada Evergrande tidak akan sama dengan Lehman moment meski akan tetap menghambat sektor properti.

“Kami tidak yakin model bisnis perusahaan properti China rusak secara keseluruhan. Evergrande memang dalam kondisi yang lebih buruk dari kebanyakan, baik dari sisi leverage dan model bisnis lantaran melanggar tiga batas merah," katanya.

Perlu diketahui, pemerintah China tidak akan menyetujui permohonan pinjaman bagi pengembang, jika melanggar tiga ketentuan, yakni rasio kewajiban terhadap aset (tidak termasuk penerimaan di muka) kurang dari 70 persen, net gearing ratio kurang dari 100 persen, dan rasio utang jangka pendek terhadap kas lebih dari 1 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper