Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE/e-commerce) angkat suara soal rekomendasi IMF agar pemerintah mengubah skema penunjukkan wajib pungut PPN e-commerce dengan mewajibkan penyedia PMSE sebagai wajib pungut.
Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menjelaskan bahwa asosiasi dan anggota membuka pintu dialog dan bekerja sama dengan pemerintah, termasuk dalam skema penunjukkan wajib pungut PPN bagi PMSE.
“Perlu kami sampaikan bahwa penerapan kebijakan tersebut tentu memiliki dampak, bukan saja bagi platform e-commerce, tetapi juga bagi UMKM yang sedang berusaha mengembangkan bisnisnya melalui PMSE,” kata Bima, Sein (20/9/2021).
Bima mengharapkan kebijakan pemerintah terkait pemungutan PPN nantinya bisa sejalan dengan program dalam membantu UMKM dalam melakukan transformasi digital.
Sebelumnya, laporan terbaru IMF berjudul Digitalization and Taxation in Asia menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sudah lebih dulu membuat daftar perusahaan yang masuk kriteria dan selanjutnya ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE.
Pada praktiknya, Indonesia telah menunjuk perusahaan-perusahaan digital besar seperti Amazon, Google, Netflix, dan Spotify sebagai pemungut PPN PMSE. Secara bertahap, jumlah perusahan digital yang wajib memungut PPN PMSE terus bertambah.
Baca Juga
"IMF menilai, langkah ini memang dapat meminimalisasi beban administrasi yang muncul. Namun, langkah ini menimbulkan tantangan bagi otoritas dalam mengidentifikasi perusahaan yang tercakup dalam ketentuan PPN PMSE," tulis IMF dalam laporannya.
Tak hanya itu, langkah Indonesia untuk menunjuk pemungut PPN PMSE secara bertahap melalui pembuatan daftar pemungut PPN PMSE juga menimbulkan distorsi antara perusahaan yang tercakup dan yang belum tercakup dalam daftar pemungut PPN PMSE.
Secara jangka panjang, IMF memandang pendekatan self-assessment adalah langkah yang lebih tepat bila dibandingkan dengan skema penunjukan pemungut PPN PMSE yang dilakukan oleh Indonesia saat ini.