Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berpotensi memiliki daya saing tinggi di sektor hilir kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dengan produksi nasional yang mencapai 52 juta ton. Bukan tidak mungkin, RI bakal menjadi pemasok kelapa sawit terbesar dengan persentase sebanyak 45 persen dari kebutuhan dunia.
Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pemerintan terus mendorong pelaku usaha kelapa sawit nasional untuk menghasilkan produk bernilai tambah.
"Kami mencatat di perindustrian terdapat 160 produk hilir yang mampu diproduksi di dalam negeri. Baik untuk keperluan pangan, nutrisi, bahan kimia, dan bahan bakar energi baru terbarukan,” katanya seperti dikutip dari indonesia.go.id, Rabu (15/9/2021).
Saat ini, industri minyak kelapa sawit Indonesia melibatkan sekitar 21 juta orang tenaga kerja, termasuk yang bekerja paruh waktu. Dari 14 juta hektare kebun sawit, sebanyak 30 persen diusahakan di kebun rakyat, dan 70 persen lainnya oleh korporasi dan BUMN.
Untuk terus mendorong hilirisasi dan menjadikan Indonesia sebagai raja hilir di sektor oleokimia dari minyak nabati, dia mengatakan pemerintah tetap berfokus tiga jalur hilirisasi industri CPO. Ketiga strategi itu di antaranya hilirisasi oleopangan, oleokimia, dan biofuel.
"Untuk hilirisasi oleopangan akan menghasilkan seperti minyak goreng sawit, margarin, selai mentega, vitamin A, vitamin E, es krim, shortening [lemak nabati], creamer, cocoa butter atau specialty-fat, dan banyak lainnya," ujarnya.
Sedangkan untuk hilirisasi oleokimia akan produk seperti biosurfaktan (produk detergen, sabun, dan sampo), biolubrikan (biopelumas), dan biomaterial (bioplastik). Terakhir, hilirisasi biofuel akan menghasilkan produk seperti biodiesel, biogas, biopremium, dan lain-lain.
Namun, masih banyak produk yang bisa Indonesia hasilkan dengan memanfaatkan CPO. Untuk itu, Putu mengatakan akan dilakukan percepatan dengan penggunaan minyak sawit kualitas IVO/ILO sesuai Nomor 8875.2020 untuk produk eleokimia dan turunannya.
“Jadi, pelaku industri tak lagi harus menggunakan CPO/CPKO yang lebih mahal,” ucapnya.
Selain itu, pelaku industri juga dapat mengkomersialisasikan hasil-hasil inovasi yang ada di bawah Badan Litbang Kemenperin dan akan dibantu dengan pilot plant yang disediakan pemerintah.
“Fasilitas pilot pant adalah jalan yang membawa industri mengadaptasikan inovasi dari Balai Besar Industri Agro, agar kesenjangan antara skala industri dan skala penelitian bisa terjembatani,” jelasnya.