Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Bagi Hasil Perikanan Dihapus, Ini Alasannya

DBH perikanan dihapus karena tidak sesuai dengan konsepsi umum dari DBH, yaitu potensi memadai dan mudah diidentifikasi daerah penghasilnya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti /kemenkeu.go.id
Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti /kemenkeu.go.id

Bisnis.com, JAKARTA — Porsi penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) bakal terbatas sejalan dengan dihapusnya alokasi yang bersumber dari pertambangan umum dan perikanan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD).

Dalam RUU tersebut, DBH sumber daya alam (SDA) hanya terdiri atas kehutanan, mineral dan batu bara, minyak bumi dan gas bumi, serta panas bumi.

Adapun dalam UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DBH yang bersumber dari SDA berasal dari kehutanan, per­tambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menjelaskan secara esensi DBH pertambangan umum tetap ada, yang membedakan adalah perubahan nama menjadi minerba sesuai dengan nomenklatur pada UU Minerba.

Sementara itu, perikanan dihapus karena tidak sesuai dengan konsepsi umum dari DBH, yaitu potensi memadai dan mudah diidentifikasi daerah penghasilnya.

DBH perikanan saat ini relatif sangat tidak signifikan besarnya dan dibagi rata ke seluruh daerah karena sulit diidentifikasi asal hasil ikan dimaksud,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/9).

Sekadar informasi, DBH dialokasikan berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan 2 tahun sebelumnya dalam rangka memberikan kepastian penerimaan bagi daerah.

Selain itu, pengalokasian DBH juga akan memperhitungkan kinerja daerah dalam memperkuat penerimaan negara yang dibagihasilkan maupun perbaikan lingkungan yang terdampak atas aktivitas eksplorasi.

Di sisi lain, dalam draf terbaru RUU HKPD pemerintah menghapus opsen atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Dalam rancangan sebelumnya opsen atas PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 diterapkan dengan tarif sebesar 10 persen untuk provinsi, 15 persen un­tuk kabupaten/kota, dan 25 persen untuk daerah setingkat provinsi yang bukan daerah kabupaten/kota otonom.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper