Bisnis.com, JAKARTA – Sektor hulu minyak dan gas bumi masih terus diganjal oleh sejumlah permasalahan yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Tidak adanya peraturan baru yang dibuat pemerintah membuat permasalahan di sektor hulu migas menjadi berlarut-larut.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa akar permasalah di sektor hulu migas ada pada aspek regulasi yang berkaitan dengan ketidakpastian hukum, fiskal, dan proses administrasi atau birokrasi perizinan yang rumit.
“Permasalahan ketidakpastian hukum dan fiskal menjadi sangat berpengaruh pada kondisi tidak dihormatinya kontrak kerja sama yang berlaku, yang secara mendasar merupakan syarat utama bagi iklim investasi yang kondusif,” kata Komaidi dalam webinar yang digelar pada Selasa (14/9/2021).
Menurut dia, untuk menuntaskan permasalah itu diperlukan penerbitan peraturan baru, deregulasi, dan debirokrasi. Kendati pemerintah telah mulai membenahi hal tersebut, namun masih belum efektif menangani masalah yang ada.
Komaidi menjelaskan bahwa deregulasi dan debirokrasi masih belum menyentuh tiga hal, yaitu tidak dapat mengembalikan penerapan assume and discharge di dalam perpajakan hulu migas, tidak bisa memisahkan kontrak kerja sama dengan masalah keuangan negara, dan tidak dapat memperbaiki penerapan single institution atau simple bureaucracy di dalam administrasi.
“Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22/2001 tidak memiliki tiga elemen fundamental tersebut, sehingga regulatory framework pengelolaan hulu migas yang selama ini didasarkan atasnya selalu conflicting atau tidak sinkron dengan bentuk kontrak kerja sama yang dijalankan,” jelasnya.
Dia menilai, perlu dilakukan pembenahan secara cepat oleh pemerintah, mengingat potensi investasi di sektor hulu migas masih menjanjikan apabila merujuk pada realisasi yang dicatatkan pemerintah setiap tahunnya.
Komaidi memaparkan, investasi migas khususnya di sektor hulu migas memiliki peran penting terhadap besaran realiasi investasi di Indonesia.
Mengacu pada data total realisasi yang dicatat BKPM, rerata realisasi investasi hulu migas periode 2015–2020 sekitar 26,75 persen dari total realisasi investasi seluruh sektor ekonomi di Indonesia.
“Berdasarkan data yang dicatat oleh BKPM sudah sangat signifikan. Ini sebuah gambaran semestinya para pihak atau para stakeholders pengambil kebijakan sudah tahu bagaimana harus bersikap terhadap industri hulu migas,” jelasnya.