Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skema Opsen RUU HKPD Berpotensi Timbulkan Pungutan Pajak Ganda

Dengan skenario ini, wajib pajak berpotensi membayar setoran kepada dua pihak yakni pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Opsen pajak adalah pungutan tambahan atas pajak dengan persentase tertentu oleh pemerintah daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengikuti rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengikuti rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Skema opsen dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) berpotensi menimbulkan pungutan pajak berganda.

Dengan skenario ini, wajib pajak berpotensi membayar setoran kepada dua pihak yakni pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Opsen pajak adalah pungutan tambahan atas pajak dengan persentase tertentu oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan draf Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) yang diperoleh Bisnis, opsen pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah provinsi berbeda dengan pemerintah kabupaten/kota.

Opsen yang termasuk di dalam pendapatan asli daerah (PAD) provinsi adalah opsen atas atas pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Adapun, opsen yang termasuk PAD kabupaten/kota adalah opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Di sisi lain, dalam draf terbaru ini pemerintah menghapus opsen atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang sebelumnya direncanakan dipungut dengan tarif 10 persen untuk provinsi, 15 persen untuk kabupaten/kota, dan 25 persen untuk daerah setingkat provinsi yang bukan daerah kabupaten/kota otonom.

Tarif opsen ditetapkan sebesar 40 persen untuk PKB, 30 persen untuk BBNKB, dan 25 persen untuk MBLB. Opsen pajak MBLB dipungut oleh pemerintah provinsi, sedangkan opsen PKB dan opsen BBNKB dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

“Opsen dipungut secara bersamaan dengan pajak yang dikenakan opsen,” tulis draf RUU HKPD yang dikutip Bisnis, Senin (13/9).

Hal yang menjadi persoalan adalah, RUU HKPD belum menjelaskan secara detail terkait dengan pihak yang harus membayar opsen tersebut, apakah akan dibebankan kepada wajib pajak, atau opsen dikenakan dengan mengurangi setoran yang diterima oleh pemerintah.

Jika opsen dibebankan kepada wajib pajak, maka kebijakan ini dipastikan membebani masyarakat karena harus membayar pungutan ganda.

Berbeda halnya jika opsen dipotong dari setoran yang diterima oleh pemerintah, maka tidak menambah beban bagi wajib pajak. Akan tetapi, hal tersebut memangkas penerimaan pemerintah.

Misalnya, pemerintah kabupaten/kota mengutip opsen PKB yang ditarik oleh pemerintah provinsi. Otomatis hal ini akan memangkas penerimaan pemerintah provinsi dari PKB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemarin, juga belum memerinci perihal skema opsen pajak ini.

Dia hanya mengatakan bahwa RUU HKPD disusun untuk memperkuat desentralisasi fiskal. Terlebih di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Menkeu mengatakan bahwa transfer ke daerah akan lebih difokuskan untuk kegiatan yang langsung berdampak kepada masyarakat.

Artinya, pemerintah daerah perlu menyiapkan instrumen untuk mengerek pendapatan. Menurutnya, selama ini belanja daerah masih sangat tergantung kepada dana alokasi khusus (DAK) yang disalurkan oleh pemerintah pusat.

“Dalam situasi Covid-19 ini kami betul-betul memperhatikan setiap transfer langsung dirasakan manfaatnya oleh masyaralat,” kata Menkeu, Senin (13/9).

Sementara itu, Acting Director Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman meminta kepada pemerintah untuk tidak membebankan opsen kepada wajib pajak.

Dia menambahkan, saat ini organisasinya tengah meminta penjelasan kepada pemerintah, DPR, dan kalangan akademisi untuk meminta penjelasan serta masukan terkait dengan konsep ideal opsen pajak sehingga tidak menimbulkan pungutan berganda.

“Potensi pungutan ganda dari skema opsen ini sangat besar. Kalau memang seperti itu jelas kami sangat menolak,” kata dia.

Adapun, dalam laporan hasil rapat dengan Komisi XI DPR, Kementerian Keuangan melalui Ditjen Perimbangan Keuangan memaparkan bahwa opsen dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian daerah tanpa menambah beban wajib pajak.

Penerapan opsen juga dimaksudkan untuk meningkatkan sinergi penagihan pajak tertunggak misalnya PKB. Melalui opsen, PKB tertunggak juga akan menimbulkan piutang opsen PKB pada kabupaten/kota yang sebelumnya menjadi piutang provinsi sepenuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tegar Arief

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper