Bisnis.com, JAKARTA – Komisi VII DPR RI mendukung pelaku industri baja lokal untuk mendorong pemerintah menerapkan kebijakan pengetatan impor.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurahman mengatakan konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah. Hal ini memunculkan peluang bagi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. untuk meningkatkan kinerja penjualan untuk pasar domestik maupun ekspor.
“Untuk mencapai kemandirian industri baja di Indonesia, sudah sepatutnya pemerintah turut mendukung pengetatan impor baja melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri nasional. Kebijakan ini seperti anti dumping baja, pegawasan barang masuk di pelabuhan, dan sebagainya”, ujar Maman, Sabtu (11/9/2021).
Selain itu, Maman mengapresiasi upaya manajemen Krakatau Steel saat ini dalam memperbaiki kinerja Krakatau Steel dari yang sebelumnya merugi menjadi perusahaan baja yang untung pada 2020.
Adapun, Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Krakatau Steel pada Kamis, 9 September 2021. Rombongan diterima oleh Direkur Utama Krakatau Steel Silmy Karim beserta jajaran direksi Krakatau Steel lainnya.
Dalam paparannya, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan perusahaan saat ini makin kompetitif.
Baca Juga
Krakatau Steel telah berhasil menurunkan biaya operasi sebesar 28 persen sehingga mampu melakukan penghematan sebesar Rp1,9 triliun pada 2020. Pada tahun yang sama pun Krakatau Steel berhasil mencatatkan laba sebesar Rp333,5 miliar.
“Pencapaian ini menunjukkan bahwa Krakatau Steel saat ini semakin kompetitif. Hasil transformasi dan efisiensi yang dilakukan menunjukkan perbaikan positif. Optimalisasi penggunaan biaya operasional untuk aktivitas produksi dan peningkatan kinerja anak perusahaan termasuk pengembangan bisnis sangat berpengaruh memberikan kontribusi peningkatan kinerja Krakatau Steel,” jelas Silmy.
Upaya Krakatau Steel yang sudah semakin baik ini tentunya harus didukung dengan daya saing industri melalui serangkaian kebijakan. Terdapat dua area kebijakan yang dibutuhkan dalam meningkatkan daya saing industri besi dan baja nasional yaitu kebijakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun trade remedies.
Peningkatan efektivitas penerapan SNI wajib, percepatan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk Colled Rolled Coil (CRC), Cold Rolled Sheet, Hot Rolled Coil, BjLAS, Cold Rolled Stainless Steel, maupun perpanjangan safeguard untuk I dan H section.
Silmy mengatakan volume impor baja di tahun 2020 masih cukup tinggi yaitu sebesar 4,77 juta ton. Hingga semester I/2021, volume impor baja mencapai 3,05 juta ton, mengalami kenaikan sebesar 16 persen dibandingkan 2020.
“Peningkatan impor terbesar di semester I/2021 terjadi pada produk Cold Rolled Coil/Sheet yang mengalami kenaikan 42 persen. Dari total impor selama semester I/2021, sebesar 1,12 juta ton merupakan baja paduan dengan porsi 37 persen dari total impor. Jumlah ini melebihi kebutuhan baja paduan untuk industri dalam negeri yang hanya sekitar 10 persen,” tambah Silmy.
Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Budi Susanto pun menyatakan dukungannya kepada industri baja nasional yang bakal berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
“Industri baja merupakan industri strategis, industri prioritas yang memang harus kita dukung dengan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pelaku industri baja di Indonesia. Aktivitas perekonomian yang semakin pulih akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan secara keseluruhan akan memperbaiki kondisi Indonesia pasca pandemi ini,” lanjut Budi.