Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut saat ini Indonesia membutuhkan lima smelter baru untuk memenuhi kebutuhan baja nasional.
Lima smelter tersebut untuk mengolah iron ore menjadi slab, bloom, dan billet yang selama ini masih banyak diimpor.
"Setelah dihitung-hitung kita butuh lima smelter baru guna mencapai target subtitusi impor baja dan subtitusi impor industri secara umum yang secara umum targetnya 35 persen dengan baseline 2019," katanya dalam jumpa media, Senin (16/8/2021).
Meski demikian, Agus menyebut secara keseluruhan impor baja nasional saat ini masih cukup terkendali. Adanya kenaikan harga produk konstruksi dikarenakan baja dunia yang naik dan China mengurangi pasokan di negaranya. Alhasil, rerata kenaikan produk baja 10-20 persen.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mencatat adanya peningkatan produksi naja nasional kendati di tengah tahun pandemi 2020 lalu.
Saat ini kemampuan industri baja nasional, tercemin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional sebesar 13 juta ton dengan perkiraan produksi 2020 sebesar 11,5 juta ton atau meningkat 30,2 persen dibanding 2019 yang mencapai 8,8 juta ton.
Baca Juga
Selain itu, utilisasi pada 2020 juga meningkat hingga 88,3 persen dari 2019 sebesar 67,8 persen.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan periode 2020 merupakan lembaran baru bagi industri baja nasional. Sebab, Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kita berhasil menekan impor sebesar 34 persen, di mana sebelumnya pada 2019, 2018, dan 2017 itu sering diwarnai banjir impor. Karena apa? kami menegakkan kebijakan yang tepat, dengan mengatur supply and demand secara smart, terstruktur dan sesuai dengan kapasitas industri nasional,” katanya.
Taufiek menyebutkan, impor baja untuk jenis slab, billet, dan bloom pada 2020 sebanyak 3,4 juta ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4,6 juta ton. Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja Hot Rolled Coil per Plate (HRC/P) yang pada tahun 2020 menjadi 1,1 juta ton dari 1,6 juta ton di tahun sebelumnya.
Sementara itu, impor untuk jenis Cold Rolled Coil per Sheet (CRC/S) turun menjadi 591.638 ton pada 2020 dibandingkan pada 2019 yang sebesar 918.025 ton. Untuk jenis baja lapis, impornya juga turun menjadi 1,0 juta pada 2020 dari 1,2 juta ton di tahun sebelumnya.