Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan energi baru dan terbarukan dinilai akan merugikan PT PLN (Persero) mengingat kondisi kelebihan pasokan yang masih dialami.
Peneliti Institute of Development and Economics Finance (INDEF) Abra Tallatov mengatakan perubahan ekspor listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap berpotensi menambah beban bagi PLN.
Abra berpendapat PLN harus menyerap kelebihan pasokan yang dihasilkan oleh pembangkit EBT di tengah kondisi kelebihan pasokan. Dia menilai hal itu turut memberikan beban kepada pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada PLN.
“Kompensasi tadi itu semua bisa langsung dibayarkan pemerintah jadi ada tunggakan yang harus ditanggung PLN. Tunggakan ini secara cash flow tidak baik tentu perusahaan membutuhkan cash flow,” katanya dalam acara Indonesia Forward CNN Indonesia, Kamis (9/9/2021).
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pada 2021, pasokan listrik yang dimiliki untuk wilayah Jawa-Bali memiliki cadangan sebesar 65 persen dan Sumatra 50 persen dari beban puncaknya.
Kondisi itu menunjukkan PLN memiliki produksi listrik yang sangat berlebih. Hal itu terjadi karena melesetnya pertumbuhan konsumsi listrik dari yang ditargetkan sebelumnya 9 persen.
“Hari ini rata-rata hanya 4-5 persen sehingga ada kesenjangan,” jelasnya.