Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perhitungan UMP 2022 Bergantung pada Kondisi Ekonomi Makro

Formulasi anyar itu menjadi amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. 
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menyatakan penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 sepenuhnya menggunakan data perekonomian makro dan ketenagakerjaan tahun berjalan. 

Formulasi anyar itu menjadi amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. 

“Penghitungan UMP berdasar pada kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan yang meliputi daya beli, median upah, dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semua data itu kita peroleh dari lembaga yang memiliki kewenangan,” kata Anwar melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (8/9/2021).

Kendati demikian, Anwar tidak menampik adanya sejumlah perdebatan selama pembahasan penetapan UMP itu beberapa pekan terakhir. Perdebatan itu terkait dengan besaran UMP tahun depan. 

“Biasa dalam diskusi dewan pengupahan ada hal-hal yang berbeda pendapat. Namun semua basisnya adalah data yang diambil dari lembaga yang punya otoritas,” kata dia. 

Hanya saja, dia enggan membeberkan potensi kenaikan UMP tahun depan menyusul kondisi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 yang bergerak positif di posisi 7,07 persen year on year (yoy). 

“Belum bisa kami sampaikan,” tuturnya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, perekonomian Indonesia tumbuh 7,07 persen pada kuartal II/2021. Pertumbuhan yang menandai lepasnya Indonesia dari resesi tersebut ditopang oleh kinerja yang membaik pada sejumlah indikator, termasuk konsumsi rumah tangga. 

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan kinerja positif kali ini tidak lepas dari tumbuhnya konsumsi rumah tangga sebesar 5,93 persen. Kontribusi konsumsi rumah tangga juga naik dari 56,93 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada kuartal I/2021 menjadi 57,23 persen pada kuartal II/2021.  

“Pertumbuhan konsumsi sudah berada di level 5,93 persen, itu menunjukkan level [konsumsi] sudah kembali, bahkan lebih baik dibandingkan dengan sebelum masa pandemi,” kata Lutfi dalam Dialog Ekonomi, Kamis (5/8/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper