Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Fraksi Partai Amanat Nasional atau PAN menilai perencanaan anggaran penanganan pandemi Covid-19 belum matang dan pelaksanaannya kurang efisien. Perencanaan dan pelaksanaan yang efisien harus dilakukan pada tahun ini sebagai bentuk perbaikan.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Fraksi PAN Eko Hendro Purnomo, yang dikenal sebagai Eko Patrio, dalam rapat Banggar DPR bersama pemerintah, yang diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (6/9/2021).
Eko menjelaskan bahwa pihaknya memberikan sejumlah catatan terhadap Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Anggaran penanganan pandemi Covid-19 menjadi salah satu sorotan.
Panja Perumus Kesimpulan Banggar DPR menetapkan bahwa realisasi belanja negara tahun anggaran 2020 mencapai Rp2.595,4 triliun atau 94,7 persen dari APBN tahun anggaran 2020 sebesar Rp2.739,1 triliun. Terjadi defisit anggaran sebesar Rp947,6 triliun.
Realisasi pembiayaan untuk menutup defisit anggaran 2020 tercatat sebesar Rp1.193,2 triliun,mencapai 114,8 persen dari APBN tahun anggaran 2020. Dengan defisit yang ada, maka terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,6 triliun.
"SiLPA 2020 sebesar Rp245,6 triliun, angka ini jumlah terbesar sejak 2016. Padahal, dengan semakin besar SiLPA menggambarkan APBN yang semakin tidak efisien, karena utang pemerintah yang sudah diserap tidak termanfaatkan dengan maksimal, padahal, bunga utangnya tetap harus dibayar," ujar Eko pada Senin (6/9/2021).
Baca Juga
Fraksi PAN menilai bahwa besarnya SiLPA juga menjadi indikasi kurang matangnya kemampuan birokrasi pemerintah dalam perencanaan anggaran ketika menghadapi pandemi. Selain itu, efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam menghadapi pandemi pun perlu ditingkatkan.
Eko menjelaskan bahwa realisasi anggaran program penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) 2020 yang baru sebesar Rp575,8 triliun atau 82,83 persen. Menurutnya, realisasi itu perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam merancang kebijakan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ke depan.
"Perencanaan itu dapat dilakukan secara cermat dan efisien oleh pemerintah, demi menekan angka kasus Covid-19 secara efektif, sehingga roda perekonomian dapat pulih kembali," ujar Eko.
Dia menjelaskan bahwa sejak awal pandemi jumlah penduduk miskin bertambah 1,1 juta orang, kemudian sebanyak 1,6 juta orang telah kehilangan pekerjaan, dan lebih dari 135.000 orang meninggal dunia akibat Covid-19.
"Ini bukan sebatas angka statistik, refleksi penanganan pandemi saat ini belum baik," ujar Eko.