Bisnis.com, JAKARTA — Perlindungan data dan perlindungan konsumen merupakan dua aspek penting yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Pasalnya, tanpa adanya upaya untuk menjamin kedua hal tersebut, potensi ekonomi digital Indonesia terancam berjalan di tempat.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Noor Halimah Anjani mengatakan pertumbuhan ekonomi digital dapat dimaksimalkan lewat adanya upaya yang konkret untuk menjaga kepercayaan konsumen melalui dua aspek perlindungan tersebut.
"Keterlibatan multi stakeholders yaitu, pemerintah, pelaku usaha dan civil society diperlukan untuk memastikan regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen dapat menjaring masukkan dan perspektif dari segala lini," katanya melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis, Minggu (5/9/2021).
Lebih lanjut, menurut Halimah, diperlukan pula koordinasi dan konsolidasi antar lembaga pemerintah dan nonpemerintah dalam menangani perlindungan konsumen.
Beberapa institusi yang diperlukan keterlibatannya antara lain adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), asosiasi usaha serta pelaku usaha.
Secara ideal, sinergi diperlukan dalam merumuskan interpretasi dan implementasi kebijakan, serta menentukan parameter untuk mengukur kepatuhan pelaku usaha dan literasi konsumen terhadap hak-haknya.
"Yang terjadi saat ini justru konsumen sangat tergantung kepada responsible business conduct yang dilakukan oleh pelaku usaha secara mandiri," ujar Halimah.
Padahal, responsible business conduct saja tidak cukup untuk melindungi konsumen karena diperlukan payung hukum sehingga pengertian dan implementasi perlindungan konsumen dan data akan mempunyai indikator atau standar.
Regulasi yang ada saat ini dinilai belum cukup memadai untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dan data mereka. Regulasi yang berlapis dan tersebar di beberapa institusi pemerintah membuat penanganan masalah ini menjadi tersebar dan tidak fokus.
"Salah satu yang perlu dilakukan adalah mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi karena saat ini perlindungan data pribadi tersebar di 32 UU,” tegasnya.
Perlindungan data pribadi merupakan isu yang tidak bisa dilepaskan dari perlindungan konsumen digital secara umum. Lemahnya perlindungan data pribadi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi belakangan ini, termasuk kebocoran data Presiden Joko Widodo pada aplikasi Peduli Lindungi.
Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi diharapkan bisa memunculkan kesadaran terhadap konsumen terhadap perlunya perlindungan data miliknya dan juga mendorong upaya pelaku usaha atau penyedia layanan untuk lebih transparan dalam penggunaan data dan lebih bertanggung jawab terhadap kerahasiaan data yang dimilikinya.
"Penggunaan data pribadi bagi oknum penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang dilakukan antara konsumen dengan penyedia platform," tutup Halimah.