Bisnis.com, JAKARTA — Maskapai penerbangan nasional menilai kehadiran insentif baik perpajakan maupun berupa keringanan Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) dapat memberikan angin segar bagi sektor aviasi.
Pasalnya, dengan kondisi saat ini, maskapai telah banyak mengurangi rute dan menyesuaikan frekuensinya. Terbaru, maskapai AirAsia Indonesia juga memutuskan menyetop operasinya hingga akhir September 2021.
Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait mengatakan semua hal atau kebijakan yang mendorong pertumbuhan penumpang dan yang dapat meringankan beban perusahaan penerbangan pada kondisi saat ini di tengah pendemi memang diperlukan. Bahkan, dia mengibaratkan kehadirannya kondisi tersebut seperti secangkir air di gurun pasir.
Meskipun saat ini kejelasan terkait dengan insentif kepada maskapai juga belum nampak.
"Apapun itu yang mendorong pertumbuhan penumpang dan yang dapat meringankan beban seperti air di gurun pasir," katnya, Jumat (3/9/2021).
Lion Air Group pun mengklaim selalu menyesuaikan layanan penerbangan (frekuensi terbang) dengan jumlah permintaan pasar seiring adanya kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat pada libur Iduladha serta potensi perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa–Bali.
Baca Juga
“Kaitannya kebijakan tersebut ke bisnis adalah hal lazim. Maka Lion Air Group melakukan adaptasi. Untuk frekuensi terbang (layanan penerbangan), disesuaikan dengan jumlah permintaan pasar,” ujar Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro.
Lion Air menerapkan kebijakan jaga jarak saat di pesawat saat new normal. /Istimewa
Sementara itu Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. (Persero) Irfan Setiaputra mengharapkan kebijakan tersebut juga bisa kembali diberlakukan pada akhir tahun ini. Pasalnya berkaca dengan kebijakan pembebasan biaya Passenger Service Charge/PSC pada tahun lalu, dampaknya cukup signifikan mengereak pertumbuhan jumlah penumpang.
"Kalau lihat pengalaman sebelumnya, dampak pembebasan tarif PSC cukup positif," ujarnya.
Emiten berkode saham GIAA tersebut sebelumnya memproyeksikan kinerja angkutan penumpang yang masih tergerus sebagai dampak adanya kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat melalui Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di sejumlah wilayah.
Irfan mengharapkan kinerja akan mulai menunjukan tren pemulihan secara bertahap pada semester II/2021 menyusul adanya relaksasi kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat.
Dia optimistis traffic penerbangan dalam negeri dan tingkat keterisian penumpang pesawat akan berangsur pulih seperti periode sebelum penerapan kebijakan PPKM seiring dengan adanya penurunan positivity rate kasus Covid-19 pada tingkat nasional.
“Meskipun tahun 2021 kami proyeksikan masih menjadi tahun yang sangat menantang bagi upaya pemulihan kinerja usaha Perseroan, kami berharap trafik angkutan penumpang sebagai salah satu sumber pendapatan utama Perusahaan akan meningkat kembali secara bertahap seiring dengan adanya kebijakan relaksasi PPKM di level nasional maupun pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat antar negara di level global," ujarnya.
Seiring dengan menurunnya jumlah kasus Covid-19 secara nasional yang berdampak pada relaksasi kebijakan PPKM di sejumlah wilayah di Indonesia, maskapai pelat merah tersebut optimistis pada semester II/2021 akan ada peningkatan traffic penumpang secara bertahap.
Garuda Indonesia Bermasker. /Garuda Indonesia
Kondisi tersebut, paparnya, lantaran Garuda saat ini telah menunjukkan adanya tren peningkatan positif debgan rata-rata jumlah trafik penumpang harian berhasil meningkat hingga lebih dari 50 persen dibandingkan pada saat periode penerapan awal PPKM level 4. Sejalan dengan adanya peningkatan aktivitas masyarakat, jelasnya, Garuda akan mengoptimalkan aksesibilitas layanan penerbangan melalui penambahan frekuensi dan rute sesuai dengan permintaan.
Lebih lanjut, dalam rangka mempersiapkan maskapai dan industri penerbangan ketika berbagai negara secara bertahap mulai melonggarkan pembatasan wilayah, Garuda Indonesia juga tengah melakukan uji coba aplikasi IATA Travel Pass untuk rute penerbangan Jakarta–Haneda pp.
Melalui uji coba tersebut diharapkan tidak hanya memberikan kemudahan bagi para penumpang dalam mengelola dokumen perjalanan internasional, tetapi juga memberikan kepastian dan kepercayaan bagi negara tujuan terkait validitas dokumen kredensial kesehatan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh otoritas setempat.
"Kami juga akan terus mengambil berbagai langkah strategis guna mengakselerasikan pemulihan kinerja usaha melalui optimalisasi lini bisnis lain seperti angkutan kargo dan charter yang diproyeksikan akan terus tumbuh ke depan, termasuk memaksimalkan ancillary revenue melalui skema kerja sama dengan berbagai mitra potensial Garuda Indonesia,” jelasnya.
Pengamat penerbangan meragukan kemampuan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) untuk tetap bertahan hidup atau survive dalam jangka panjang masih dengan kondisi pangsa pasar yang semakin tergerus dan tarif yang tak kompetitif.
Pemerhati penerbangan Alvin Lie membandingkan antara jadwal dan rute yang sama milik Lion Group dan Garuda Indonesia. Dia mencontohkan dengan rute penerbangan yang sama, Jakarta–Semarang, tarif tiket pesawat Garuda masih dalam rentang lebih dari Rp1 juta, sedangkan tarif Lion Air dan Batik Air yang sekitar Rp380.000- Rp410.000. Tarif tersebut, lanjutnya, juga belum memperhitungkan biaya tes Rapid Antigen atau Swab/PCR.
Pemerintah, sebutnya, memang telah menurunkan tarif tes baik Rapid Antigen maupus PCR/Swab. Kebijakan tersebut juga dieksekusi oleh Lion Air Group yang melakukan kerja sama tersendiri dengan penyedia fasilitas kesehatan denagn menawarkan tarif tes yang lebih murah. Bahkan untuk Antigen kini hanya dikenakan sebesar Rp35.000.
"Dengan harga dan jadwal seperti ini, bagaimana Garuda bisa bersaing bertahan? Juga pada layanan Tes Covid-19, Batik Air hanya dikenakan Rp35.000 sedangkan Citilink bisa gratis untuk beberapa penumpang pertama tiap harinya," ujarnya.