Bisnis.com, JAKARTA — Pencapaian asumsi pertumbuhan ekonomi 2022 di kisaran 5,2 persen–5,5 persen dinilai akan ditentukan berdasarkan penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah.
Jika penanganan belum maksimal pada tahun ini, dikhawatirkan akan mempersulit pencapaian asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet kepada Bisnis, menanggapi penetapan asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 oleh pemerintah, Bank Indonesia, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Yusuf menilai bahwa capaian pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan masih sangat bergantung kepada penanganan pandemi Covid-19 dari sisi kesehatan. Menurutnya, kondisi perekonomian akan membaik saat masalah kesehatan telah teratasi.
"Kalau dikatakan apakah [asumsi 2022] ini realistis, saya kira jawabannya masih akan sama, apakah target pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa dicapai atau tidak. Artinya apa, rule of thumb atau pendekatan jawabannya itu masih akan dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah melakukan penanganan pandemi dari sisi kesehatan," ujar Yusuf kepada Bisnis, Rabu (1/9/2021).
Menurutnya, jika penanganan masalah kesehatan di tengah pandemi Covid-19 tidak optimal, kondisi perekonomian berpotensi menjadi lebih sulit jika terdapat eskalasi penyebaran virus Corona. Dia mencontohkan saat varian delta menyebar, sehingga terjadi lonjakan kasus Covid-19 hingga tingkat kematian membumbung tinggi.
Baca Juga
Masalah kesehatan itu menurutnya rentan menyebabkan kondisi perekonomian terkoreksi. Oleh karena itu, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan maka pemerintah harus memiliki pendekatan yang tepat dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Salah satu yang menjadi concern utama saya terkait pertumbuhan ekonomi tahun depan adalah proses vaksinasi, juga kapasitas tes, tracing, dan isolasi. Kalau kita lihat saat ini proses vaksinasi yang berjalan ada kemungkinan akan meleset, artinya proses vaksinasi penuh itu baru akan tercapai pada tahun depan, setidaknya pada kuartal I/2022," ujarnya.
Yusuf menilai bahwa belum tercapainya target vaksinasi harian saat ini harus diantisipasi oleh pemerintah, karena masalah kesehatan masih membayangi aktivitas perekonomian. Pemerintah pun harus menyiapkan strategi menjaga kesehatan masyarakat selama vaksinasi belum mencapai target.
"Dengan cara memperbanyak 3T[test, tracing, treatment] agar gelombang berikutnya yang kita tidak harapkan itu bisa diminimalisir untuk tidak terjadi. Karena kalau kita asumsikan ada gelombang ketiga, mungkin angka kasusnya tidak sebesar gelombang kedua, ini akan kembali berdampak terhadap terkoreksinya perekonomian pada awal tahun depan," ujar Yusuf.
Dia menilai bahwa pemerintah dapat mengejar target pertumbuhan ekonomi pada 2022 dengan fokus di sektor-sektor yang menyumbangkan kinerja terbesar. Menurutnya, sektor manufaktur masih akan menjadi penopang terbesar, disertai perdagangan dan pertanian.
"Maka, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kinerja atau dinamika industri manufaktur tahun depan harus dipastikan bisa berjalan dengan baik. Misalkan insentif pajak manufaktur," ujarnya.
Asumsi pertumbuhan ekonomi 2022 yang ditetapkan tercatat lebih besar dari target yang dibacakan Presiden Joko Widodo dalam pidato nota keuangan pada 16 Agustus 2021. Saat itu, Jokowi menyebut asumsi makro pada 2022 ada di kisaran 5 persen–5,5 perse.