Bisnis.com, JAKARTA – Pembahasan pemberlakuan safeguard terhadap produk garmen menuju tahap akhir. Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan seluruh kementerian dan lembaga sudah mencapai kata sepakat mengenai ketentuan itu.
"Untuk safeguard garmen target kami adalah bulan ini sudah keluar peraturannya," kata Elis saat dihubungi Bisnis, Kamis (2/9/2021).
Elis melanjutkan tinggal menunggu satu kali pembahasan pleno sebelum beleid yang dinantikan industri itu dirilis.
Adapun besaran safeguard yang diusulkan Kemenperin bervariasi sesuai dengan segmentasi produk garmen. Tetapi, besaran bea masuk safeguard telah mengacu pada paritas antara produk impor dan lokal, serta mempertimbangkan aspek industri ritel dan daya beli masyarakat.
Pemberlakuan safeguard garmen ini merespons serbuan garmen impor yang telah memukul industri dalam negeri. Safeguard garmen diyakini bisa menjadi bantalan aturan untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan impor.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan kinerja ekspor industri masih terpukul kelangkaan kontainer dan melonjaknya biaya pengiriman.
"Jadi kalau ekspor terkendala, mau tidak mau, local market harus jadi tumpuan," katanya.
Selain itu, Redma juga mengeluhkan masih maraknya impor ilegal melalui pelabuhan-pelabuhan kecil. Karena biaya impor mahal dan kapasitas kontainer tengah terbatas, pengiriman di luar prosedur resmi menjadi pilihan. Meskipun diangkut dengan kapal-kapal kayu, volumenya bisa melebihi satu kontainer dan menjadi ancaman bagi industri lokal.
Menurutnya, kendala ini akan membebani kinerja industri tekstil di kuartal III dan IV/2021. Jika masalah tersebut dapat diatasi, maka pertumbuhan industri akan menjadi positif di sisa tahun ini.
"Kalau itu tidak bisa di-handle, susah untuk positif di kuartal III dan IV," ujarnya.