Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Sarankan Pemerintah Tak Masukkan UU PPN Soal Sembako dalam RUU KUP

Momentum dalam pembahasan wacana PPN Sembako tersebut dinilai tidak pas karena pemulihan daya beli masyarakat tidak merata di semua kelompok pendapatan.
Para petani memilah gabah hasil panen di desa Dawuan, Subang./ Antara - Arief Luqman Hakim
Para petani memilah gabah hasil panen di desa Dawuan, Subang./ Antara - Arief Luqman Hakim

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai pemerintah tidak perlu memasukan pasal 44E pada Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) No.6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Adapun, Pasal 44E pada draf perubahan kelima UU No/6/1983 tersebut menghapus sembako yang dikecualikan dari pengenaan pajak pertambahan nilai atau PPN.

“Sementara bagian yang seharusnya tidak perlu dimasukkan kedalam revisi UU KUP adalah Pasal 44E terkait perubahan UU PPN di mana bahan kebutuhan pokok, layanan pendidikan dan kesehatan sebagai objek PPN. [Itu] sangat berisiko menurunkan daya beli masyarakat,” jelas Bhima kepada Bisnis, Senin (23/8/2021).

Di sisi lain, menurutnya, momentum dalam pembahasan wacana tersebut tidak pas karena pemulihan daya beli masyarakat tidak merata di semua kelompok pendapatan.

Tidak hanya itu, Bhima menyoroti pendataan bahan makanan yang menurutnya masih bermasalah, sehingga mempersulit pengawasan. “Misalnya beras premium mau dikenakan tarif PPN 10 persen, bagaimana dampak terhadap petani yang sulit membedakan mana beras premium dan beras biasa?,” katanya.

Oleh sebab itu, Bhima menegaskan bahwa sebaiknya pasal tersebut dikeluarkan dari pembahasan RUU KUP. Dia menilai hal tersebut justru memiliki kontradiksi dengan target pemulihan ekonomi sebesar 5 persen-5,5 persen di 2022.

Untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, Bhima menyarankan pemerintah untuk memprioritaskan perubahan tarif PPh dan jumlah bracket atau golongan pajak untuk orang kaya. “Jadi terkait revisi UU KUP pasal 44D berkaitan dengan perubahan UU PPh pasal 17 yang menambah jumlah bracket pajak dan tarif PPh Orang Pribadi harus diprioritaskan. Ini perlu mendapat dukungan,” kata Bhima.

Dia mengusulkan PPh orang pribadi (OP) bagi masyarakat berpenghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan tarif pajak sampai 45 persen. Sebelumnya, pemerintah mengusulkan penetapan tarif PPh OP sebesar 35 persen untuk yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar. Menurutnya, sejauh ini tarif PPh dan jumlah bracket atau golongan pajak untuk orang kaya terlalu sedikit.

“Andaikan UU PPh nya diloloskan maka tidak perlu pemerintah bahas soal PPN ke sembako,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper