Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menyatakan dukungan atas proyeksi perekonomian 2022 dari pemerintah kendati masih dalam kondisi penuh ketidakpastian. Kadin pun memiliki sejumlah catatan untuk pencapaian target-target tahun depan.
Menurut Arsjad mempertahankan pertumbuhan ekonomi seperti kuartal II/2021 lalu bisa saja dilakukan asalkan dengan upaya ekstra.
"Salah satu kuncinya mengenai penanganan Covid-19 yang jelas dan terukur. Bagaimanapun, pandemi yang mengakibatkan krisis multidimensi ini hadirnya dari masalah kesehatan sehingga pemulihan ekonomi harus sejalan dengan pemulihan kesehatan,” katanya melalui siaran pers, Selasa (17/8/2021).
Arsjad memastikan pelaku usaha akan mengikuti optimisme pertumbuhan ekonomi pada 2022 mencapai angka 5 persen. Namun, dengan syarat pemerintah harus tetap mengutamakan untuk mengedepankan program pemulihan kesehatan sebagai kunci kebangkitan ekonomi.
Menurut Arsjad, sesuai prinsip Kadin pemerintah diminta harus menjalankan segitiga kebijakan dalam situasi pandemi, yakni kesehatan dipulihkan, roda ekonomi berjalan, dan perlindungan sosial diutamakan.
"Jadi kita harus menerima secara realistis hidup dalam pandemi sebagai norma baru kehidupan ke depan,” ujarnya.
Baca Juga
Untuk itu dia mencontohkan dalam kebijakan perpanjangan PPKM, pemerintah juga harus mempertimbangkan sektor seperti manufaktur dan ritel untuk dibuka sepenuhnya dengan syarat pekerjanya protokol kesehatan dan vaksinasi. Hal itu sebagai bentuk adaptasi dalam hidup bersama Covid-19 yang tak dapat dihindarkan.
Sisi lain, pemerintah juga menargetkan penerimaan perpajakan pada 2020 sebesar Rp1.506,91 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
Target tersebut tumbuh 9,5 persen jika dibandingkan dengan outlook penerimaan pajak 2021 sebesar Rp1.375,8 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan target APBN 2021 yang sebesar Rp1.229,6 triliun, maka proyeksi penerimaan pajak pada 2020 meningkat sebesar 22,5 persen.
Bagi Arsjad refocusing dan restrukturisasi anggaran sangat perlu di era pandemi. Pasalnya, pemulihan kesehatan, bansos, dan subsidi masih mengandalkan APBN.
"Jadi soal pajak ini mesti cermat dan sangat hati-hati. Kalau tanggung jawab, semua perusahaan pasti ingin berkontribusi dengan membayar pajak tentunya. Namun, pemerintah harus melihat ada industri yang memang terpukul sangat berat sehingga pajak justru sangat memberatkan," ujarnya
Untuk itu, lanjut Arsjad harus ada keseimbangan dan prioritas yang harus menjadi prioritas dalam kebijakan penerimaan pajak. Pemerintah harus melihat situasi ini karena keadaan setiap industri dan perusahaan berbeda beda tidak bisa dipukul rata.
Arsjad pun berencana menggelar dialog dengan pemerintah untuk mengusulkan sektor industri yang bisa didorong pajaknya dan sektor yang harus relaksasi. Pasalnya, jika pajak dikenakan semua alias pukul rata, itu bukan hanya akan berdampak pada perusahaannya tetapi juga sosialnya alias ke pekerjanya.
Terakhir, Arsjad meminta pemerintah agar lebih jeli melihat situasi ekonomi politik global imbas dari perang dagang Cina dan Amerika Serikat. Yakni dengan mendorong industri-industri yang dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk mendorong pemulihan saat ini.
"Industri yang berpeluang harus dorong, supply chainnya diperhatikan dan difasilitasi tetapi harus dipilah juga agar negara kita menjadi lebih kompetitif dari negara lain,” ujarnya.