Bisnis.com, JAKARTA — Upaya pengembangan pasar alat kesehatan (alkes) perlu dirancang guna memuluskan harapan kemandirian alkes pada masa depan khususnya pasca pandemi.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Laksono Trisnantoro mengatakan jika mengacu pada data transaksi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pasar alkes saat ini berkisar Rp40,32 triliun dengan 70 persennya diserap oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah.
Adapun jumlah industri alkes pada 2019 hanya berkisar 313 perusahaan dan melunjak hingga 817 perusahaan pada 2020. Sayangnya, hanya 3,4 persen atau 18 perusahaan yang mengantongi sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) .
"Tentu kita ingin yang TKDN ini lebih tinggi, jadi perlunya menciptakan pasar khususnya setelah pandemi agar produk alkes tetap terserap ke depan. Salah satunya yakni dengan memengaruhi masyarakat belanja produk sebagai upaya pencegahan mandiri," katanya dalam webinar, yang dikutip Rabu (11/8/2021).
Laksono menyebut di Indonesia jika hanya mengandalkan masyarakat yang sakit tentu tidak sebanding dengan masyarakat yang sehat. Untuk itu, sebaiknya produsen alkes mulai menyediakan semacam paket bundling yang berbasis digital agar tetap terhubung dengan layanan kesehatan primer.
Paket bundling pencegahan bisa terdiri dari stetoskop, tensimeter, lab mini untuk darah dan urin, oxymeter dan termometer, EKG, oxigen concentrator, dan lainnya.
Baca Juga
Pembelian bisa dilakukan secara mandiri oleh setiap rumah tangga, atau juga melalui kelompok per RT/RW, hingga menggunakan dana desa hingga BPJS yang tentunya butuh banyak skema baru.
"Selanjutnya pemerintah juga dapat mendorong terciptanya pasar baru alkes dengan insentif fiskal dan dukungan dana riset," ujar Laksono.