Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Real Estat Indonesia (REI) optimistis industri properti dapat lebih baik menyambut Perpanjangan masa insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah tapak dan unit rumah susun.
Wakil Ketua Umum Bidang Tata Ruang dan Pengemabangan Kawasan REI Hari Ganie mengatakan hal tersebut didukung oleh perbaikan angka penanganan pandemi Covid-19 di Pulau Jawa selama beberapa hari terakhir. Selain itu, pengembang juga telah merancang sistem penjualan yang cocok dengan masa pandemi Covid-19.
"Kami optimistis sisa 2021, [industri] properti masih oke, apalagi dengan perpanjangan PPN DTP ini. Paling tidak [nilai penjualan nasional[ bisa seperti semester lalu," katanya kepada Bisnis, Minggu (8/8/2021).
Hari mendata nilai penjualan rumah tapak dan rumah susun (rusun) pada semster I/2021 mencapai Rp2 triliun. Dengan kata lain, REI menargetkan nilai penjualan properti nasional pada 2021 setidaknya mencapai Rp4 triliun.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mendata jumlah kasus positif Covid-19 di Pulau Jawa mencapai 67,5 persen dari total kasus positif nasional. Adapun, seluruh provinsi di Pulau Jawa telah menunjukkan tren penurunan, kecuali Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang masih fluktuatif.
Hari menilai hal tersebut sebagai sinyal positif lantaran sekitar 70 persen perputaran industri properti nasional ada di Pulau Jawa. Hari menekankan beberapa wilayah seperti Jakarta, Bandun, Suraaya, Semarang, dan Solo.
Baca Juga
Walaupun PPN DTP diperpanjang dan ada sinyal positif, Hari berpendapat penjualan pasar properti nasional belum dapat menebus level Rp4 triliun sepanjang 2021. Dengan kata lain, penjualan properti pada semester II/2021 belum dapat lebih dari Rp2 triliun.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh ketatnya sektor perbankan dalam memberikan kredit pembelian rumah (KPR) pada tenaga kerja sektor informal. Pasalnya, lanjut Hari, komposisi tenaga kerja pada setor informal terus bertambah mengingat tingkat PHK di dalam negeri belum berhenti.
"Sistem perbankan [nasional] sangat prudent, tidak berani kasih KPR ke sektor informal, padahal banyak [tenaga kerja] sektor informal yang gajinya lebih besar dari pekerja swasta di perusahaan besar," ujarnya.