Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Penutupan Pelabuhan China Picu Masalah Sistemik Rantai Pasok

Pelabuhan Yantian, salah satu pusat peti kemas tersibuk di China, mengumumkan penutupan operasi pada Selasa (3/8/2021) karena badai angin topan yang melanda pesisir negara itu. Pelabuhan Yantian memindahkan barang senilai lebih dari US$4 triliun setiap tahunnya.
Reni Lestari
Reni Lestari - Bisnis.com 05 Agustus 2021  |  16:18 WIB
Penutupan Pelabuhan China Picu Masalah Sistemik Rantai Pasok
Ilustrasi - Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Industri pengapalan global yang sudah terpukul pandemi dan memberi tekanan pada inflasi, kini menghadapi ujian baru dengan badai tropis mengamuk di pusat ekspor dan industri penting di China Selatan.

Pelabuhan Yantian, salah satu pusat peti kemas tersibuk di China, mengumumkan penutupan operasi pada Selasa (3/8/2021) karena badai angin topan yang melanda pesisir negara itu. Pelabuhan Yantian memindahkan barang senilai lebih dari US$4 triliun setiap tahunnya.

Alan Murphy, CEO Sea-Intelligence yang berbasis di Kopenhagen, mengatakan dampak dari penutupan itu mungkin akan menjadi lebih luas bahkan ketika Yantian kembali beroperasi normal.

Sebabnya, kemacetan pelabuhan tidak hanya memburuk di China, tetapi juga di Los Angeles, AS. Kapal yang menunggu untuk dibongkar di pelabuhan-pelabuhan seperti Singapura, Savannah, Georgia, dan gerbang perdagangan besar Eropa seperti Hamburg, Liverpool, dan Rotterdam, juga menghadapi kemacetan dan penundaan.

"Ada ratusan ribu peti kemas yang menumpuk di China Selatan, sementara pelabuhan-pelabuhan lain sudah tertekan secara maksimal, dan kami kekurangan ruang kapal dan peti kemas kosong, sehingga situasi pelabuhan China Selatan dengan cepat menjadi gangguan sistemik besar-besaran," kata Murphy, dilansir Bloomberg, Kamis (5/8/2021).

Pada akhir Mei lalu, pelabuhan ini telah ditutup karena wabah Covid-19 di antara petugas. Dampaknya bagi rantai pasok global diperkirakan lebih parah dari peristiwa terjebaknya kapal kargo raksasa di Terusan Suez beberapa waktu lalu. Tekanan pada arus kargo diperkirakan berlangsung selama berbulan-bulan.

Kini badai tropis yang diikuti penutupan kembali pelabuhan, menjadi pukulan baru bagi rantai pasok dunia yang telah menderita.

"Trennya mengkhawatirkan, dan kemacetan yang tak henti-hentinya menjadi masalah global," kata AP Moller-Maersk A/S, pengangkut peti kemas utama dunia, dalam sebuah pernyataan.

Nerijus Poskus, wakil presiden strategi kelautan dan pengembangan operator untuk Flexport Inc. mengatakan situasi di China Selatan menambah daftar panjang serangkaian bencana yang mengganggu rantai pasokan global selama pandemi.

Bahkan tanpa kemacetan di Suez, sistem transportasi global mungkin masih akan berjuang dengan kapasitas maksimal. Ekspor dari China dan negara-negara Asia lainnya mencapai rekor tertinggi, karena ekonomi Amerika Serikat dan Eropa dibuka kembali dan pasar lain seperti India membeli barang-barang medis untuk meredam wabah yang sedang berlangsung.

"Masih ada sejumlah titik masalah yang akan menjadi tantangan bagi aktivitas perdagangan dan logistik global pada paruh kedua tahun 2021," kata Nick Marro, analis utama perdagangan global di Economist Intelligence Unit di Hong Kong.

Dia melanjutkan, risiko terbesar adalah wabah Covid-19 berulang yang tak terhindarkan karena varian baru. Risiko lainnya akan mencakup pasokan dan permintaan yang tidak sesuai untuk ruang peti kemas dan kemacetan logistik yang ada di pelabuhan-pelabuhan besar Barat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

pelabuhan kapal china laut china selatan topan

Sumber : Bloomberg

Editor : Ropesta Sitorus

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top