Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masih Kontraksi, Begini Kondisi Industri Tekstil

Industri tekstil mengkhawatirkan penurunan kinerja yang lebih dalam.
Pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Kamis (16/4/2020). /Antara
Pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Kamis (16/4/2020). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih mencatat kontraksi  pada kuartal II/2021. Padahal sektor manufaktur tumbuh 6,91 persen secara tahunan (yoy). 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja sektor tekstil dan pakaian jadi pada kuartal II/2021 minus 4,54 persen yoy.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman menilai industri mengkhawatirkan penurunan lebih dalam lagi jika tidak ada stimulus khusus untuk sektor yang masuk prioritas pemerintah ini.

Apalagi kebijakan PPKM level 4 membuat pabrikan hanya diperbolehkan menjalanakan satu shift kerja. Alhasil, berbagai stimulus dunia usaha pemerintah pun tak bisa dirasakan industri TPT.

"Misalnya diskon listrik 40 jam pabrik kan sekarang tidak ada yang kerja sampai 40 jam. Jadi kami harapanya ada stimulus lain yang lebih tepat sasaran dan cepat diberikan. Saya sudah bersurat ke Presiden juga," katanya kepada Bisnis, Kamis (5/8/2021).

Rizal mengemukakan kondisi pabrikan saat ini bahkan sekitar 30 persen tenaga kerja harus di rumahkan tanpa gaji. Tak sedikit pula yang lebih memilih berhenti total dengan kebijakan saat ini.

Bahkan, pada industri yang sedang memenuhi permintaan ekspor, saat ini lebih memilih membayar denda pelanggaran shift kerja dibandingkan membayar pinalti dari keterlambatan pengiriman ekspor.

Sementara itu, Rizal menyebut mulai Juli 2021 utilisasi industri pun sudah anjlok ke level 50 persen dari sebelumnya sempat di level 80 persen.

"Sudah sangat sulit kondisinya, jadi kami juga tawarkan berbagai hal untuk diizinkan dapat berjalan normal lagi. Seperti wajib vaksin 90 persen dan fasilitas isolasi mandiri," ujar Rizal.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai sebenarnya pemerintah memiliki sejumlah skema yang bisa dijalankan untuk tetap menjaga pertumbuhan kinerja industri saat ini.

"Kalau dari kami salah satunya dengan relaksasi modal kerja. Usulan ini bisa dilakukan dengan menggandeng perbankan dan PLN, karena kami juga memahami pemerintah sudah banyak mengeluarkan dana dan kesulitan saat ini. Jadi, berharap insentif sepertinya sulit," kata Redma.

Adapun skema relaksasi modal kerja yang diinginkan industri tekstil contohnya pembayaran listrik pada PLN bisa dilakukan secara bertahap menggunakan pinjama bank. Menurutnya, pengusaha tidak akan keberatan meski ada bunga yang harus dibayar.

Redma menyebut dengan skema itu, bahkan keuntungan akan didapat tiga lembaga sekaligus mulai dari beban biaya produksi industri yang berkurang, penerimaan PLN tidak terlambat, dan dana perbankan yang bisa tersalurkan. 

"Tentu juga sembari menjaga pasar dalam negeri agar tidak diisi oleh produk impor. Sekarang saat pemerintah sulit memberi insentif mending diserahkan pada market saja," ujarnya.

Sisi lain, Redma menyebut pemerintah juga diharapkan kembali melakukan evaluasi jika ke depan PPKM masih diperlukan untuk waktu yang lebih lama lagi. 

"Kami sama seperti usulan Kadin mohon tingkat vaksinasi per sektor dijadikan acuan pelonggaran. Kami tekstil di hulu sudah 90 persen tervaksin juga ranah kerja kami itu per 50 m2 per satu orang, sehingga kebijakan industri seharusnya dilakukan per sektor tidak pukul rata seperti sekarang," kata Redma.

Adapun BPS mengumumkanIndustri pengolahan nonmigas atau manufaktur mencatatkan pertumbuhan positif pada kuartal II/2021 menjadi 6,91 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kepalas Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan pendorong pertumbuhan industri pengolahan nonmigas adalah industri alat angkutan yang naik 45,70 persen. Hal itu karena adanya stimulus diskon pajak PPnBM barang mewah.

"Selanjutnya industri logam dasar yang tumbuh 18,03 persen didukung oleh permintaan luar negeri pada sektor besi dan baja untuk ferronikel dan stainless steel," katanya dalam jumpa media virtual, Kamis (5/8/2021).

Margo menyebut selain dua sektor di atas, sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 9,15 persen karena adanya peningkatan produksi obat-obatan untuk memenuhi permintaan domestik dalam menghadapi Covid-19. Sektor pendukung terakhir yakni dari industri makanan dan minuman (mamin) yang naik 2,9.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper