Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan pajak pada semester II/2021 diperkirakan akan semakin tertekan sejalan dengan berlanjutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3-4 hingga Agustus ini.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan realisasi penerimaan pajak selaras dengan pertumbuhan ekonomi. Jika proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diturunkan menjadi kisaran 3,7 hingga 4,5 persen, maka penerimaan pajak pun akan semakin berat.
“Setelah kita tahu bahwa tahun ini dengan kenaikan kasus Covid-19 dan pemberlakuan PPKM, pertumbuhan ekonomi akan mengalami koreksi. Padahal penerimaan pajak akan bergantung pada kinerja perekonomian,” katanya kepada Bisnis, belum lama.
Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak pada semester I/2021 mencapai Rp557,77 triliun, setara dengan 45,36 persen dari target APBN sebesar RP1.229,59 triliun.
Kemenkeu memproyeksikan, penerimaan pajak hingga akhir tahun akan mencapai 95,7 persen dari target atau lebih rendah sekitar Rp53,3 triliun.
Menurut Yusuf, proyeksi tersebut masih didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 4,5 hingga 5,5 persen.
Baca Juga
"Memang ada faktor teknikal yang bisa mendorong pertumbuhan penerimaan pajak, hanya saja dengan koreksi ekonomi di kuartal III, saya kira pertumbuhan penerimaan pajak akan berada di kisaran 5 sampai 10 persen,” katannya.
Dia memperkirakan realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun akan berada pada kisaran Rp1.175 hingga Rp1.122 triliun, atau hanya mencapai 89 hingga 93 persen dari target, namun dengan asumsi penerimaan kepabeanan dan cukai terealisasi penuh.
Dia juga memperkirakan, jika belanja negara terealisasi penuh hingga akhir 2021 dan penerimaan yang tertekan, maka target defisit anggaran berpotensi melebar menjadi 5,8 hingga 5,9 persen.
“Dengan penerimaan pajak yang terkoreksi, maka defisit anggaran diperkirakan tetap mengalami pelebaran,”tuturnya.