Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan world economic outlook (WEO) menyebut Indonesia menjadi negara paling menderita di antara kelompok G20 karena tertinggal dalam pelaksanaan vaksinasi. Hal tersebut dianggap wajar melihat fakta di lapangan.
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa melihat rata-rata cakupan vaksinasi saat ini terhadap total populasi, Indonesia baru mencapai 12 persen.
“Kalau melihat dari laporan beberapa daerah juga stok vaksinasi juga mulai berkurang. Stok tersisa vaksin juga diakui tinggal 22 juta dosis,” katanya, Rabu (28/7/2021).
Yusuf menjelaskan bahwa masalah yang dihadapi pemerintah saat ini adalah masih menunggu vaksinasi karena datang secara bertahap. Belum lagi proses distribusi ke luar Jawa tidak mudah.
Oleh karena itu, pemerintah harus mempercepat proses pengiriman vaksinasi. Jika memungkinkan, dosis yang datang di periode berikutnya volumenya lebih banyak.
Selain itu, tenaga kesehatan vaksinator juga perlu diperhatikan. Jika perlu, ada tenaga sukarela yang diajarkan untuk proses vaksinasi di periode berikutnya.
Baca Juga
“Proses administrasi juga seharusnya disederhanakan. Jangan hanya karena masalah tidak ada fotocopy KTP misalnya, masyarakat tidak bisa melakukan vaksinasi,” jelasnya.
Vaksinasi yang belum merata ditambah dengan perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) membuat Core memperkirakan pertumbuhan ekonomi dalam rentang 2,5 persen sampai 3,5 persen.
Angka ini di bawah proyeksi IMF sebesar 3,9 persen. Bahkan di bawah angka paling pesimistis pemerintah, yaitu 3,7 persen.