Bisnis.com, JAKARTA—Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai penolakan Serikat Pekerja PLN Group terhadap rencana menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy sebagai pimpinan holding BUMN panas bumi sangat beralasan dan patut didukung.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa PLN harus menyerahkan aset anak usahanya, yakni PT PLN Gas dan Geothermal dan PT Indonesia Power dalam jumlah besar kepada PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
“Pengalihan aset ini akan menurunkan kinerja keuangan PLN, utamanya meningkatkan debt to asset ratio PLN. Peningkatan debt to asset ratio dapat menurunkan kepercayaan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada PLN,” katanya melalui keterangan tertulis, dikutip Selasa (27/7/2021).
Pertimbangan kedua, kata Fahmy, PLN merupakan risk taker dan satu-satunya pembeli listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang akan dibangun oleh holding panas bumi.
Ketiga, PLN juga dinilai lebih berpengalaman dalam membagun dan pengoperasikan pembangkit listrik ketimbang Pertamina.
“Dengan ketiga argumentasi tersebut, Pertamina sesungguhnya tidak layak menjadi pimpinan holding geothermal. PLN lah yang lebih layak ketimbang Pertamina dalam memimpin holding panas bumi,” ujarnya.
Sementara itu, keberatan SP PLN terhadap rencana IPO holding BUMN panas bumi, menurutnya, kurang beralasan.
Fahmy mengatakan, IPO bukanlah privatisasi terhadap holding BUMN Geothermal selama mayoritas saham masih dikuasai oleh holding, sehingga kontrol pengelolaan perusahaan masih di tangan perusahaan.
“Aksi IPO terhadap anak perusahaan Pertamina dan/atau PLN tidak bertentangan dengan perundangan berlaku,” katanya.
Selain itu, IPO merupakan alternatif terbaik dalam meraup fresh money sebagai sumber dana pada tahap eksplorasi panas bumi.
Pasalnya, perbankan biasanya tidak bersedia membiayai investasi panas bumi pada tahap eksplorasi karena risiko terlalu tinggi.
Dengan IPO, lanjutnya, pengelolaan BUMN juga akan menjadi semakin transparan sehingga dapat meminimalisir upaya menjadikan BUMN sebagai sapi perahan.