Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kepala BKF Akui Biaya Transisi ke Ekonomi Hijau Mahal, Tak Semua Kalangan Mampu

Transisi hijau harus turut menerapkan aspek keadilan di dalam negeri. Pasalnya, transisi hijau memiliki biaya yang tinggi dan tidak semua kalangan masyarakat dapat menerapkan hal tersebut di kehidupan mereka.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacariburn

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menegaskan sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mencapai aspek adil (just) dan terjangkau (affordable) dalam transisi ekonomi hijau.

Menurut Febrio, aspek keadilan dalam transisi hijau di Indonesia sama sulitnya untuk dicapai di level global, di mana terdapat ketimpangan pada transisi antara negara berkembang dan negara maju.

Febrio menegaskan bahwa transisi hijau harus turut menerapkan aspek keadilan di dalam negeri. Pasalnya, transisi hijau memiliki biaya yang tinggi dan tidak semua kalangan masyarakat dapat menerapkan hal tersebut di kehidupan mereka.

“Kita tahu biaya transisi hijau tidak murah, setidaknya dalam jangka pendek. Maka itu kita harus adil dalam menjalankan transisi di dalam negeri. Apa yang harus kita lakukan untuk memastikan transisi berjalan di UMKM atau pada populasi masyarakat yang tidak mampu mengakses kendaraan listrik, yang biayanya mahal,” jelas Febrio pada International Climate Change Conference secara virtual, Kamis (22/7/2021).

Tidak hanya itu, untuk menerapkan transisi hijau, adil saja tidak cukup namun harus juga memiliki biaya yang terjangkau. Apalagi di Indonesia yang masih merupakan negara berkembang, aspek pembiayaan yang terjangkau memainkan peran penting dalam membumikan transisi ke ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Febrio mengatakan masalah tersebut terlihat dari pasar keuangan global. Dia mencontohkan penerbitan obligasi hijau (green bonds) oleh Indonesia yang hingga saat ini belum menghasilkan perbedaan imbal hasil yang substansial, dibandingkan dengan obligasi biasa (conventional bonds).

Padahal, obligasi hijau tersebut, kata Febrio, sangat berperan untuk membiayai transisi ke ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

“Kami belum melihat adanya perbedaan imbal hasil yang substansial antara obligasi hijau dan konvensional. Padahal, cukup sulit untuk menciptakan obligasi hijau, setidaknya sekarang dalam jangka pendek," ujarnya.

"Jadi, ketika kita mau membicarakan peningkatan pembiayaan transisi hijau, yang notabenenya mahal, bagaimana kita bisa memastikan pasar global dapat mengambil peran untuk berpartisipasi dalam membiayai inisiatif yang sekaligus mempengaruhi dunia global,” tambah Febrio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper