Bisnis.com, JAKARTA - Kurang dari 15 persen dari total pengeluaran pemerintah sebesar US$2,4 triliun untuk mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi, telah digunakan untuk investasi energi bersih. Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan ini adalah awal yang baik meski belum cukup.
"Tetapi uangnya tidak cukup untuk menempatkan dunia di jalan menuju emisi nol bersih pada tahun 2050," kata Fatih Birol, direktur eksekutif IEA, dilansir Bloomberg, Selasa (20/7/2021).
Sebagian besar dari US$380 miliar pengeluaran hijau sedang terjadi di negara-negara maju, yang seharusnya membantu mempercepat transisi ke energi bersih di negara-negara berkembang.
Pemerintah di dunia telah berkomitmen US$16 triliun dalam total dukungan fiskal, tetapi sebagian besar digunakan untuk memperkuat pasar keuangan untuk menstabilkan ekonomi mereka. Sekitar 15 persen persen digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja demi mencapai tingkat prapandemi secepat mungkin.
Kurangnya pembelanjaan hijau yang memadai berarti menegaskan emisi global dapat melewati puncak 2018 segera setelah 2023. Untuk menjaga suhu global agar tidak naik di atas 1,5°C, dunia perlu mengurangi separuh emisinya pada akhir dekade dibandingkan dengan 2018.
Menjelang pembicaraan iklim global di Glasgow pada November, Fatih Birol mengatakan penting untuk memastikan bahwa negara berkembang memiliki keuangan yang tersedia untuk mendanai pemulihan ekonomi mereka melalui pengeluaran energi bersih.
Baca Juga
“Tanpa lembaga keuangan internasional berperan sebagai katalis, uang tidak akan mengalir ke tempat yang dibutuhkan,” katanya.