Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa konsensus global atas base erosion and profit shifting (BEPS) untuk pajak ekonomi digital adalah kemajuan yang luar biasa bagi kesepakatan dunia. Untuk Indonesia sendiri, banyak dampak positif.
Praktik BEPS menggerus pajak di suatu negara. Kendala tersebut sebenarnya dialami oleh semua negara di dunia, termasuk Indonesia yang memiliki pasar digital sangat besar. Dalam konsensus, ada dua pilar yang disetujui oleh 132 negara anggota inclusive framework on BEPS.
Di pilar satu, dia mengungkapkan tujuannya menjadi solusi untuk mengatasi tantangan perpajakan dari digitalisasi ekonomi. Lalu, mengalokasikan hak pemajakan kepada negara sumber tanpa mendasarkan kehadiran fisik.
Ruang lingkupnya adalah perusahaan multinasional (PMN) beromzet global di atas €20 miliar dan keuntungan di atas 10 persen yang tidak termasuk ekstraktif dan jasa keuangan.
Sebanyak 20 persen sampai 30 persen dari kelebihan laba di atas 10 persen akan dialokasikan ke yurisdiksi pasar. Batas omset perusahaan tersebut bakal turun menjadi €10 miliar, yaitu 7 tahun setelah perjanjian.
Manfaatnya bagi Indonesia adalah mendapatkan hak pemajakan atas penghasilan global yang diterima PMN digital terbesar dan paling menguntungkan.
Baca Juga
“Dengan konsensus ini memberi kepastian sehingga basis pajak kita jadi lebih jelas dan sengketa pajak bisa dikurangi. Ini kita harapkan ada persetujuan multilateral yang akan dibuka pada 2022 dan efektif 2023,” katanya pada konferensi pers APBN Kita, Rabu (21/7/2021).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pilar dua adalah memastikan PMN yang beroperasi secara internasional membayar pajak dengan tarif minimum yang disepakati.
Ruang lingkupnya adalah PMN yang memenuhi batas €750 juta sesuai BEPS. Entitas pemerintah, organisasi internasional, organisasi nirlaba, dana pensiun dikecualikan dari ketentuan ini.
Dampaknya adalah mengurangi kompetisi global pemberian tarif pajak rendah yang berlebihan dalam menarik investasi melalui pengenaan pajak minimal 15 persen.
Meski begitu, PMN masih ada mendapatkan pajak rendah yaitu 5 persen dari negara berkembang dalam saranan menarik investasi.
Konsensus ini, tambah Sri Mulyani, tengah diteliti dan dikaji instansinya sehingga bisa diantisipasi melalui regulasi di dalam negeri
“Supaya Indonesia jangan kalah atau tidak siap menghadapi perubahan yang sangat dinamis,” kata Sri Mulyani.