Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Industri Hasil Tembakau Terimbas Pandemi, Pengusaha Minta Cukai Tidak Naik

Tren negatif masih terus berlanjut karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat. Bisa jadi penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu, karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan.
Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun 2021 naik rata-rata 12,5 persen. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok tahun 2021 naik rata-rata 12,5 persen. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk memperhatikan perlindungan industri tembakau dari tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19, serta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. 

Terlebih, aktivitas pabrik tengah dikurangi jam operasionalnya karena kebijakan PPKM Darurat yang baru saja diperpanjang hingga pekan depan, 26 Juli 2021. 

Oleh karena itu, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar berharap pemerintah dapat memberikan kepastian usaha kepada pelaku usaha untuk mengurangi beban perusahaan yang berat. Salah satunya dengan tidak menaikkan tarif cukai rokok.

“Salah satunya yang kami harapkan terkait tarif cukai tembakau tidak perlu naik untuk tahun depan, karena keputusan kenaikan cukai 2021 sangat memberatkan bagi produsen dan petani,” ujarnya dalam rilis, Rabu (21/7/2021).

Sulami mengatakan secara agregat di segala segmen sepanjang 2020, produksi IHT mengalami kontraksi produksi mencapai -9,7 persen. Hingga Mei 2021, terjadi tren penurunan produksi di kisaran -4,3 persen dari 2020.

“Tren negatif masih terus berlanjut karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat. Bisa jadi penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu, karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan,” katanya.

Saat ini, kata Sulami, terjadi pengetatan sehingga produsen mengurangi produksi karena penurunan permintaan konsumen dan petani kekurangan serapan permintaan dari sektor hilir.

“Kami sebagai produsen bisa tetap produksi saja sudah syukur," katanya.

Senada dengan Sulami, Wakil Bupati Jombang Sumrambah menilai perlindungan industri tembakau dari tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 serta PPKM Darurat harus dilakukan.

Dia menyebut kebijakan yang tepat juga dapat memberikan perlindungan bagi para petani tembakau. Saat ini, ada sekitar 5.000 hektare pertanian tembakau di wilayah Jombang saat ini. 

Dia juga menilai salah satu perlindungan yang dapat dilakukan adalah dengan mempertimbangkan kebijakan cukai 2022, dengan melihat performa IHT yang sedang terpuruk. 

Kebijakan yang tepat diyakini dapat menjaga keberlangsungan industri yang menjadi tumpuan bagi 6 juta orang, termasuk para pekerja di segmen padat karya sigaret kretek tangan.

"Ketika mereka terlindungi masih bisa jalan bagus, maka taraf ekonomi masyarakat akan baik," ujar Sumrambah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper