Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim mengaku hingga saat ini respons untuk Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dari Kepabeanan masih lambat.
"Untuk kirim data PEB rata-rata yang baru dapat respon NPE [Nota Pelayanan Ekspor] yang kirim data hari Jumat [16/7/2021] dan Sabtu [17/7/2021] dan belum begitu lancar," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (19/7/2021).
Bahkan, kata Adil, berdasarkan laporan dari anggotanya, banyak PIB yang belum mendapatkan respons Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) padahal sudah mengajukan sejak 8 Juli 2021.
Selain itu, tambahnya, juga ada juga laporan penolakan atau Nota Pemberitahuan Penolakan (NPP) karena tidak cocok dengan manifest yang telah disampaikan. Transfer PIB tidak terhubung dengan billing yang sudah dibayarkan sehingga mendapatkan NPP.
"Bermacam-macam kasus yang disampaikan anggota kepada saya. Intinya, dokumen baik PEB dan PIB belum mulus sehingga masih terkendala dalam penyampaian dokumen dan respon dari sistem Customs-Excise Information System and Automation [CEISA]," jelasnya.
Lebih lanjut Adil menjelaskan, pihak Bea Cukai sebelumnya telah menyampaikan pengumuman bahwa sistem sudah normal kembali. Namun menurutnya, pada kenyataannya masih banyak kendala-kendala yang terjadi di lapangan.
"Tadi pagi aja ada [pengumuman] melalui WhatsApp. Tapi yang terjadi nggak mulus juga responnya di sistem. Akhirnya importir ngejar ke forwarder juga dianggap forwarder nggak konsen karena kan pengumumannya sampe juga ke cargo owner. Agak miris melihatnya karena kalau ekspor, kebanyakan container dititip karena nggak dapat respon NPE dan sampe ganti kapal," tambah Adil.
Sebelumnya, Ketua DPW Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI Jakarta Juswandi Kristanto juga mengatakan asosiasinya banyak menerima keluhan dari perusahaan bongkar muat (PBM) maupun eksportir dan importir kargo umum di Pelabuhan Priok, akibat gangguan sistem CEISA Bea dan Cukai Kemenkeu.
“Setelah melalui komunikasi dengan pelaku usaha dan berbagai pihak terkait pihak PTP cabang Tanjung Priok dapat memahami bahwa kondisi ini semua bukan kelalaian dari pihak importir atau consignee. Ini semata-mata karena sistem CEISA yang bermasalah sehingga terjadilah penumpukan kargo di lapangan,” ujarnya.
Menurutnya, gangguan pada sistem CEISA mengakibatkan dokumen importasi kargo brakbulk tidak bisa memperoleh SPPB selama sepekan terakhir.
"Akibatnya, consignee khawatir biaya penumpukan untuk kargo breakbulk menjadi sangat tinggi lantaran jika dalam kondisi normal bisa terkena biaya penyimpanan masa ketiga, dan terkena tarif progresif jika SPBB sudah lebih dari 3 hari barangnya tidak dikeluarkan dari pelabuhan," imbuhnya.