Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah sejauh ini belum menerbitkan regulasi mengenai harga acuan oksigen dan tabung oksigen di tengah lonjakan permintaan dan harga.
Namun keputusan untuk membebaskan bea masuk terhadap dua produk esensial tersebut diharapkan dapat mempercepat terciptanya keseimbangan pasokan dan permintaan.
Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 92/PMK.04/2021 tentang Perubahan Ketiga atas PMK No. 34/PMK.04/2021 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Covid-19, pemerintah akhirnya menambahkan oksigen, tabung oksigen, iso tank (tank container), dan sejumlah peralatan medis pernapasan dalam daftar barang yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN) impor, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), serta pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor.
Sebelumnya, fasilitas kepabeanan hanya diberikan untuk mekanisme impor melalui pemerintah dan hibah.
Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Fridy Juwono menjelaskan pembebasan bea masuk diberikan sebagai antisipasi pasokan, meskipun terdapat barang yang bisa diproduksi di dalam negeri seperti oksigen untuk keperluan medis.
Sementara untuk tabung gas dan isotank, dia mengatakan Indonesia memang tidak memproduksinya dan merupakan net importer.
Baca Juga
“Dengan regulasi ini, perusahaan sekarang bisa melakukan impor dengan lebih leluasa. Saat ini kondisinya [untuk oksigen dan tabung] mirip seperti awal pandemi ketika kita membutuhkan masker tambahan impor, relaksasi diperlukan sehingga masyarakat bisa segera akses barangnya,” kata Fridy, Minggu (18/7/2021).
Meski kapasitas produksi oksigen di dalam negeri masih dalam kondisi idle dan terdapat kapasitas belum terpakai, Fridy mengatakan bahwa sebagian besar produksi oksigen sebelumnya ditujukan untuk industri.
Oksigen pun didistribusi dalam bentuk gas melalui pipa penyaluran. Sementara itu, oksigen untuk medis memiliki kriteria bentuk cair dengan tingkat kemurnian yang berbeda. Sistem distribusi yang berbeda inilah yang menyebabkan terkendalanya akses rumah sakit maupun individu yang membutuhkan.
Berkaitan dengan harga oksigen impor, Fridy belum bisa memperinci selisih harga impor dengan harga produksi di dalam negeri karena pasokan dari luar negeri yang diterima Indonesia sejauh ini berasal dari hibah. Adapun harga oksigen cair di dalam negeri rata-rata dipatok Rp20.000 per meter kubik (m3) di tingkat pabrik.
“Untuk harga sejauh ini mekanisme pasar, tetapi kami harapkan dengan relaksasi impor pabrik [produsen oksigen] bisa lebih efisien. Mereka juga sudah komitmen tidak ada kenaikan harga. Jadi tidak ada [HET]. Untuk tabung dan iso tank karena impor semua mengikuti pergerakan harga,” paparnya.
Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan sekaligus Juru Bicara untuk Penanganan Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa sejauh ini belum ada regulasi harga eceran tertinggi untuk oksigen dan tabung oksigen.
“Untuk harga ini mekanisme pasar,” kata Nadia, Sabtu (17/7/2021).
Dia tidak memperjelas apakah pemerintah akan menerbitkan regulasi HET dalam waktu dekat. Tetapi, jika merujuk pada laporan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), terdapat lonjakan harga untuk oksigen portable di kisaran 16 sampai 900 persen di pasaran.
Sementara itu, harga tabung oksigen ukuran 1 m3 di lokapasar bervariasi di kisaran Rp500.000 sampai Rp700.000. Harga makin tinggi dibanderol untuk tabung lengkap dengan peralatan medis pendukung.
Merujuk data Covid-19 Oxygen Needs Tracker yang dirilis oleh Path.org, kebutuhan oksigen harian Indonesia per 16 Juli 2021 mencapai 1,85 juta meter kubik (m3). Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata per 5 Juli yang berkisar di angka 1,07 juta m3 dan kebutuhan harian rata-rata pada April yang berada di kisaran 200.000 m3.
Kementerian Kesehatan juga melaporkan bahwa kebutuhan oksigen harian di Jawa Bali telah melampaui pasokan harian dari para produsen. Jika dikalkulasi, kebutuhan oksigen di wilayah tersebut mencapai 2.032 ton per hari.
Kebutuhan didominasi untuk keperluan isolasi dengan jumlah 1.318 ton. Di sisi lain, kemampuan produksi nasional berjumlah 1.759 ton per hari.