Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) mendesak Otoritas terkait yakni Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar segera memfungsikan kembali sistem Sistem Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) dan meminta kompensasi atas gangguan.
Ketua Umum GPEI Benny Sutrisno mengatakan sistem di kepabeanan ekspor impor telah mengalami gangguan sejak Kamis pekan lalu hingga saat ini. Dia meminta agar Kementerian Keuangan segera membenahi sistem CIESA karena eksportir tidak bisa memproses dokumennya.
GPEI, sambungnya, juga telah menerima banyak keluhan para eksportir akibat gangguan sistem CEISA yang terjadi dalam 6 hari terakhir itu. Menurutnya, karena eror sudah terjadi selama enam hari, banyak keluhan dan kendala para pelaku baik ekspor maupun impor yang disampaikan ke DPP GPEI atas kondisi itu.
“Karenanya kami mendesak segera dibenahi secepatnya. Dengan adanya gangguan tersebut, kami meminta pemerintah bertanggung jawab atas kerugian yang timbul, seperti biaya penumpukan, closing time dan demurrage peti kemas di pelabuhan," ujarnya melalui keterangan resmi, Selasa (13/7/2021).
Benny menjelaskan sistem Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu selama ini menjadi sistem yang diandalkan dalam proses layanan dokumen kepabeanan ekspor dan impor. Dia berpendapat respon cepat memfungsikan kembali sistem CEISA itu lantaran hal tersebut sangat penting dalam keberlangsungan proses bisnis pada layanan ekspor impor nasional.
Apalagi, imbuhnya, Presiden Joko Widodo telah seringkali menyampaikan untuk menggenjot ekspor nasional. Dengan demikian jangan sampai terjadi lagi hal-hal seperti gangguan sistem. Solusinya, sebut dia, bersifat darurat dan jangan sampai menunggu terlalu lama untuk menghindari kerugian yang semakin besar bagi semua pihak.
Baca Juga
GPEI menuturkan aktivitas ekspor nasional saat ini sudah mulai menggeliat meskipun sekarang ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Oleh karenanya kita perlu sama-sama mensupport untuk menekan biaya tinggi dalam sektor logistik.
“Kami juga mengusulkan biaya penumpukan, closing time, dan lainnya yang muncul akibat gangguan CEISA bisa dibebankan kepada Pemerintah, karena situasi ini bukan kesalahan pelaku usaha,” imbuhnya.
Menurutnya, setiap terjadi gangguan dengan CEISA dan adanya hambatan di layanan terminal operator yang paling dirugikan adalah eksportir dan importir.
Berdasarkan informasi dari CEISA Command Center, pada Selasa (13/7/2021) menyebutkan sehubungan dengan proses Switchover yang sudah sampai tahap akhir dengan ini disampaikan bahwa CEISA Impor dan Ekspor (Inhouse) sudah aktif kembali, namun aliran data dari pengguna jasa belum dialirkan.
Oleh karena itu kepada seluruh PDAD untuk melakukan pengaturan terlebih dahulu di Inhouse CEISA Impor dan Ekspor seperti absen petugas dan lainnya sebelum dibuka aliran data dari pengguna jasa yang direncanakan dibuka mulai Pk13.00 WIB. Sementara itu, terhadap dokumen yang sedang dalam proses pelayanan manual diserahkan penyelesaian prosesnya kepada Kantor masing-masing.
"Namun sampai pagi ini kami belum melihat ada tanda-tanda sistem tersebut bisa berfungsi. Kita semua rugi kalau ini berlarut-larut," tekannya.
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) juga meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menyiapkan server cadangan agar aktivitas ekspor impor yang dilakukan oleh pelaku logistik tak terhambat ketika adanya gangguan pada Sistem CEISA.
Ketua Umum Alfi Yukki Nugrahawan Hanafi menjelaskan kendala akses terhadap CEISA sudah dialami sejak Kamis (8/7/2021) dan sudah kembali pulih pada Sabtu (10/7/2021). Meski demikian, pada Senin (12/7/2021) hambatan sistem kembali terulang lagi. Menurutnya, kendati pihak Bea Cukai menyatakan untuk membantu dengan layanan manual akan tetapi hal ini sangat sulit diterapkan pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat ini .
Apalagi jumlah petugas Bea Cukai yang melakukan layanan juga terbatas.
“Ini menjadi pelajaran buat Bea Cukai / Kemenkeu dalam mempersiapkan server cadangan agar terhindar kejadian serupa di masa datang,” katanya.
Yukki juga memaparkan dampak atas peristiwa ini adalah proses clearance di kantor layanan pelabuhan meningkat dibandingkan dengan proses clearance di kantor layanan wilayah akibat akses yang sulit , jumlah petugas terbatas, ditambah lagi beban biaya pelabuhan yang besar atau progresif.
Bagi pelaku logistik, sambungnya, juga sangat berpengaruh terhadap beban talangan biaya yang harus ditanggung dalam situasi saat ini. Alokasi arus kas yang tidak seharusnya bisa menjadi hambatan kelangsungan pelaku logistik jika kondisi Ceisa tidak segera teratasi