Bisnis.com, JAKARTA—Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai bahwa pengembangan infrastruktur pengisian kendaraan bermotor listrik harus digenjot untuk mengakselerasi pemanfaatan kendaraan listrik di Indonesia.
Berdasarkan pengalaman di banyak negara, kata Fabby, ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik atau charging station yang memadai akan menarik lebih banyak orang untuk menggunakan mobil atau motor listrik.
“Kalau misalkan kita ingin menarik minat besar, khususnya untuk mobil, ada fenomena pengguna kendaraan listrik khawatir kalau di tengah jalan kehabisan listrik, sehingga keberadaan charging station jadi penting. Di Indonesia charging station belum banyak,” ujar Fabby kepada Bisnis, Senin (12/7/2021).
Untuk menggenjot pengembangan infrastruktur pengisian kendaraan listrik, menurutnya, pemerintah juga perlu melakukan investasi membangun charging station. Jika hanya mengandalkan PLN atau badan usaha swasta, ia khawatir pengembangan akan berjalan lambat.
Fabby juga menyoroti konsep infrastruktur penukaran baterai atau Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) yang diperkenalkan pemerintah.
Dia menilai, pembangunan SPBKLU membutuhkan investasi yang lebih mahal dibandingkan dengan membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
“Membangun infrastruktur penukaran baterai lebih mahal karena baterainya harus diadakan. Di Indonesia kan ada banyak produsen motor listrik. Apakah semua motor listrik akan sama ukuran dan bentuk baterainya. Jadi masih perlu ada standardisasi desain,” katanya.
Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong pengembangan kendaraan listrik sebagai upaya untuk menuju target netral karbon dan menekan impor minyak.
Pada 2030, pemerintah menargetkan penggunaan kendaraan listrik dapat mencapai 2 juta unit untuk roda empat dan 13 juta unit untuk roda dua.