Bisnis.com, JAKARTA - Setiap menjelang Hari Koperasi 12 Juli, diskusi mengenai peran dan kemajuan koperasi akan selalu menjadi topik review berbagai kalangan. Apalagi di tengah maraknya startup company dan maraknya inovasi, khususnya oleh kaum milenials, peran koperasi sangat ditunggu-tunggu kiprahnya dalam dinamika tersebut.
Memperhatikan UU Koperasi No. 25 tahun 1992, masih terdapat kendala untuk berusaha dalam wadah koperasi, antara lain koperasi harus didirikan minimal oleh 20 anggota, dan aktivitas koperasi boleh dilaksanakan setelah akte pendirian disyahkan secara resmi oleh otoritas berwenang.
Selain itu adanya prinsip satu kepala satu suara di dalam rapat anggota menjadi kendala lain bagi anggota koperasi yang memiliki kapital besar tetapi menginginkan penguasaan terhadap jalannya perusahaan.
Karena dalam koperasi nilai setoran modal tidak mewakili jumlah suara seperti lazimnya perseroan terbatas, hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi koperasi untuk dapat mencari modal dari pasar saham.
Dengan maraknya start up company dan inovasi oleh kaum milenial, makin terbukti dan menjadi fenomena umum bahwa untuk memulai sebuah bisnis, prinsip bisnis yang terpenting adalah model bisnis dan produk atau jasa apa yang akan dihasilkan.
Produk atau jasa tersebut harus unik, kompetitif, dan dibutuhkan konsumen, baik sebagai produk komplementer atau menciptakan konsumen baru.
Baca Juga
Bagi pemilik perusahaan yang ingin mempertahankan dominasi kepemilikannya setelah ekspansi, pilihan pertama mencari sumber tambahan modal paling murah adalah dengan mengajak mitra untuk setor saham.
Bila masih memerlukan tambahan dana, dapat dilakukan dengan mencari pinjaman perbankan atau menerbitkan obligasi. Itulah resep generik yang menjadi pola pengembangan bisnis modern saat ini.
Bagi koperasi, cukup sulit untuk dapat bersaing dengan badan usaha lain dalam melakukan inovasi atau pemupukan modal. Modal koperasi masih berasal dari iuran anggota atau dari pinjaman pihak lain.
Masih dalam pemikiran bagaimana sebuah koperasi nantinya dapat melakukan penambahan modal melalui penerbitan saham perdana ke publik (IPO).
Begitu kakunya aturan koperasi, sehingga terdapat kendala untuk dapat mengejar inovasi atau menjadi wadah aneka ragam bisnis sebagaimana dilakukan perusahaan konglomerat dalam waktu singkat.
Badan usaha berupa koperasi sangat cocok untuk menampung kegiatan dari sekumpulan pengusaha sejenis untuk mencapai skala ekonomis, antara lain kerajinan, komoditas, peternak, dan sebagainya.
UU Koperasi rasanya sangat tepat mengatur sistem kerja usaha kolektif tersebut dengan dasar nafas kekeluargaan, kemajuan bersama, dan dinikmati bersama.
Dengan mensyaratkan minimal anggota koperasi adalah 20 orang, akan sangat cocok bila koperasi menjadi wadah kumpulan usaha perorangan atau berperan sebagai agregator.
Tantangannya, bagaimana cara mengumpulkan setoran dari anggota apabila koperasi tersebut ingin memiliki sebuah proyek raksasa seperti pembangkit listrik atau pabrik mobil?
Bila koperasi tersebut masih baru, akan menjadi kendala tersendiri. Tidak mudah untuk menyatukan visi dan misi serta keinginan 20 orang berduit tersebut menjadi satu tekad bulat.
Di sinilah hambatan yang dihadapi oleh badan usaha koperasi, sehingga dalam kasus tersebut mayoritas pelaku usaha lebih suka membentuk CV atau PT yang lebih mudah dalam mengatur pengambilan keputusan.
Lain halnya bila sebuah koperasi telah berjalan lama dan mampu memupuk modal cadangan yang signifikan. Namun sejauh pengamatan saya, untuk kasus di Indonesia belum ada sebuah koperasi yang berhasil memiliki bisnis besar dan eksistensinya diperhitungkan di tengah masyarakat.
Dulu kita pernah memiliki GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) yang merupakan koperasi sekunder pengusaha batik. GKBI sempat memilik berbagai bisnis besar termasuk properti tetapi eksistensinya belum dapat disejajarkan dengan pemain besar di bidangnya.
Dengan memahami karakteristik koperasi, mestinya dapat menjadi salah satu pemain bisnis yang sejajar dengan pemain bisnis lain, yaitu BUMN atau usaha swasta. Namun eksistensi BUMN dan swasta saat ini tidak mungkin dikecilkan dalam rangka membesarkan koperasi.
Ketiga pelaku usaha tersebut memiliki khittah dan karakeristik masing-masing. Salah satu karekter BUMN adalah mengelola kekayaan alam untuk menciptakan kemakmuran rakyat.
Karena kebutuhan modal yang besar, rumitnya kebijakan, dan perlunya kecepatan pengambilan keputusan maka sumber alam dan cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara. Salah satunya melalui pendirian BUMN.
Di luar itu dipersilakan kepada swasta atau koperasi mengambil peran tanpa ada diskriminasi peraturan. Akan tetapi ada kalanya pihak swasta lebih gesit dalam mengambil peluang bisnis.
Tidak heran bila fenomena start up company yang inovatif lebih banyak dilakukan swasta atau perorangan, karena memerlukan wadah usaha paling fleksibel dan lincah. Bagaimana rumitnya bagi seorang inovator yang akan memulai start up bila harus membentuk wadah koperasi terlebih dulu.
Semoga dengan mengandalkan karakteristik masing-masing, kehidupan ekonomi Indonesia akan tetap disandarkan pada tiga pilar pelaku usaha tersebut. Dirgahayu koperasi Indonesia, inovasimu kami tunggu.