Bisnis.com, JAKARTA – Pasar sekunder pasar perumahan masih mengalami tekanan harga dibandingkan dengan pasar primer di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang membuat hampir semua bisnis tidak menentu.
“Beberapa harga dipasarkan di bawah harga pasar, bahkan di wilayah-wilayah elit di Jakarta,” ungkap Ali Tranghanda, Chief Executive Officer dan founder Indonesia Property Watch (IPW), pada Kamis (8/8/2021).
Menanggapi banyaknya info yang beredar mengenai anjloknya pasar sekunder sampai 50 persen, dia melihat bahwa tidak sepenuhnya hal itu benar.
Menurut pemantauan IPW, kata Ali, di beberapa titik lokasi memang terjadi tingkat penawaran harga rumah yang terkoreksi sampai 50 persen dari harga pasaran setempat, tapi masih dalam skala terbatas.
Berdasarkan riset dan tanggapan di lapangan dari para broker, lanjutnya, tidak semua rumah tersebut sudah terjadi transaksi. “Ada yang sudah terjadi transaksi ada yang belum terjadi transaksi.”
Dalam pantauan IPW, kondisi bangunan tua lebih rentan terhadap koreksi harga. Namun demikian, harga tersebut tidak dapat menjadi patokan koreksi harga pasar secara menyeluruh.
“Memang terjadi koreksi harga di beberapa titik dapat mencapai 30 persen hingga 50 persen, tapi masih dalam skala terbatas, artinya tidak semua rumah dalam satu wilayah harganya jatuh sampai 50 persen,” paparnya.
Ali mengemukakan dari semua jumlah unit yang terjadi transaksi, mungkin hanya satu atau dua unit yang terkoreksi cukup tinggi.
“Jadi, bila ada satu unit rumah yang terkoreksi 50 persen dibandingkan dengan puluhan rumah yang terjual selama sebulan, tidak menjadikan harga rumah secara rata-rata jatuh 50 persen. Apalagi bila itu terjadi hanya di titik tertentu dibandingkan dengan semua wilayah di DKI Jakarta,” paparnya.
Secara rata-rata koreksi harga yang terjadi masih aman di kisaran 2,85 persen untuk keseluruhan Jakarta. “Jadi, kita harus hati-hati memberikan pernyataan bahwa harga jatuh 50 persen. Jika benar seperti itu, properti dalam kondisi bahaya. Tapi kondisi saat ini relatif masih belum ke arah sana. Meskipun terkoreksi, pasar perumahan sekunder masih aman,” tutur Ali.
Merujuk pada data hasil survei IPW, sepanjang 2020 memang terjadi tekanan harga rumah terkontraksi rata-rata 2,85 persen, wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Utara mengalami koreksi harga tertinggi. Bahkan tipe rumah segmen besar di wilayah ini diperkirakan terjadi koreksi rata-rata 5,55 persen dengan koreksi terttinggi 27,99 mpersen. Koreksi harga rata-rata ini paling tinggi selama 10 tahun terakhir.
Namun, kata Ali, melihat perkembangan pada awal 2021, koreksi harga di pasar sekunder mulai mereda. Koreksi harga banyak terjadi pada semester II/2020, tetapi memasuki awal 2021 koreksi harga mulai mereda dan tidak meluas.
Meski demikian, lanjutnya, perlu diwaspadai kemungkinan adanya koreksi yang tinggi lagi pada kuartal III/2021, disebabkan pengetatan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan ketidakpastian yang tinggi karena pandemi.
“Kalau ini berlanjut, daya beli masyarakat makin terpuruk dan koreksi harga bisa lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi sebelumnya. Bahkan dengan harga koreksi pun bisa saja belum tentu terjual, karena daya beli semakin turun,” lanjut Ali.
Dia mengungkapkan tidak sedikit juga pembeli yang memang menunggu untuk membeli harga rumah dengan harga yang terkoreksi.
Namun, perlu dicatat bahwa koreksi harga belum sepenuhnya menggambarkan bahwa harga rumah jatuh, karena dari beberapa objek yang dianalisis tampak bahwa meski terjadi koreksi, harga sebenarnya kembali ke harga pasar 2 hingga 3 tahun sebelumnya.
Artinya bukan harga yang terbentuk, melainkan memang sudah overvalue kembali ke harga normal dan membuat pasar mencapai keseimbangan baru. Artinya lagi, bila mereka membeli rumah tersebut 3 atau 4 tahun sebelumnya, harga rumah masih mencatat kenaikan meski tipis.
Pembeli akan merasakan koreksi harga ketika dia membeli rumah tersebut di level yang sudah I. “Karena itu, ketika kita bisa investasi properti, haruslah dalam konteks jangka panjang. Namun, tetap hal ini perlu diwaspadai terkait dengan kondisi terkini seperti sekarang yang berpotensi pasar perumahan sekunder akan semakin tertekan bila kondisi pandemi terus berkelanjutan.