Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha meyakini Indonesia masih berpeluang untuk kembali mengekspor produk-produk yang sebelumnya menjadi sasaran kebijakan trade remedies.
Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi produsen Tanah Air kala berupaya merebut pasar.
“Peluang Indonesia untuk kembali mengekspor ke negara-negara yang sudah tidak lagi memberlakukan trade remedies sangat terbuka luas dan tidak akan lebih sulit kalau pasar tidak menambahkan kebijakan lain yang sifatnya restriktif terhadap ekspor nasional,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani, Minggu (4/7/2021).
Dia memberi contoh soal kemungkinan diberlakukannya standar atau prosedur market entry baru. Dengan demikian ekspor Indonesia harus melalui penilaian ulang agar sesuai dengan ketentuan pasar suatu negara.
Meski demikian, Shinta secara umum berpandangan bahwa eksportir bakal tetap membutuhkan waktu untuk mengembalikan volume dan pangsa pasar ekspor ke level sebelum trade remedies dikenakan.
“Ini karena instrumen trade remedies secara tidak langsung menciptakan supply void [kekosongan pasokan barang] di pasar tujuan yang tadinya diisi oleh produk Indonesia,” kata dia.
Baca Juga
Dia menambahkan kekosongan bisa terjadi cukup lama tergantung proses pembelaan atas penyelidikan trade temedies. Karena itu, para pembeli di negara tersebut biasanya akan mensubstitusi impor dari Indonesia dengan pasokan dari negara lain yang tidak dikenai trade remedies atau dari pasokan lokal.
“Makin lama prosesnya, umumnya makin lama pula waktu yang dibutuhkan eksportir Indonesia untuk kembali eksis di pasar tujuan ke level sebelum trade remedies,” imbuhnya.
Selain itu, lama waktu ini juga sangat tergantung pada persaingan dagang yang ada di pasar tujuan. Shinta mengatakan persaingan yang semakin ketat antara produk Indonesia dan produk dari negara pemasok lainnya bisa mempersulit pengusaha dalam mengembalikan pangsa pasar.
Sebagai pengingat, nilai ekspor Indonesia senilai US$546,2 juta atau setara dengan Rp7,92 triliun berhasil diselamatkan dari pengenaan instrumen pengamanan (trade remedies) di negara tujuan ekspor sepanjang semester I/2021.
Kementerian Perdagangan menyebutkan nilai tersebut berasal dari 10 kasus penyelidikan trade remedies. Di antaranya adalah penyelidikan antidumping produk matras Indonesia oleh Amerika Serikat senilai US$292,8 juta dan penyelidikan antidumping cold rolled stainless steel (CRS) oleh Malaysia senilai US$86,4 juta.