Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Benang Viscose Bersiap Akselerasi Ekspor ke India

Viscose spun yarn bebas dari penyelidikan antidumping yang diinisiasi oleh otoritas negara tersebut dan peluang ekspornya mencapai US$49,3 juta.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Produsen tekstil dan produk tekstil di Tanah Air bersiap memanfaatkan peluang dari dibukanya kembali akses ekspor ke negara-negara yang tak lagi memberlakukan hambatan ekspor.

Salah satu produk yang terbebas dari trade remedies adalah viscose spun yarn (VSY atau benang viscose) oleh India. Produk tersebut bebas dari penyelidikan antidumping yang diinisiasi oleh otoritas negara tersebut dan peluang ekspornya mencapai US$49,3 juta.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan negara produsen tekstil utama dunia seperti India selalu menjadi pasar yang prospektif untuk Indonesia.

Dengan kapasitas industri hilir yang lebih besar dibandingkan industri hulu, Redma mengatakan defisit pasokan bisa diisi oleh negara produsen lain, salah satunya Indonesia.

“Negara-negara seperti China dan India lengkap dari hulu ke hilir untuk industri tekstil. Industri spinning untuk kain juga besar sehingga menjadi pangsa untuk produk hulu. Artinya mereka pasar yang penting,” kata Redma, Minggu (4/7/2021).

Redma juga mengemukakan permintaan untuk benang viscose cukup baik di India meski Indonesia sempat menjadi sasaran penyelidikan antidumping.

Tidak dilanjutkannya penyelidikan dan berakhir tanpa pengenaan bea masuk, menurut Redma, merupakan buah dari upaya pemerintah dan produsen dalam membuktikan bahwa ekspor Indonesia bukanlah ancaman dan tidak bermuatan aksi dumping.

“Kapasitas produksi benang viscose India kurang lebih sama seperti Indonesia, sekitar 800.000 ton setahun. Namun dengan industri hilir yang lebih besar, mereka tetap membutuhkan pasokan dari negara lain,” kata dia.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pencabutan kebijakan trade remedies bisa menjadi momentum bagi produsen Indonesia untuk meningkatkan ekspor.

“Selama pandemi, meski demand terpengaruh, tetapi dari aspek pasokan di dalam negeri tetap ada batasan. Bagi eksportir ini jadi kesempatan untuk menggenjot ekspor,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper