Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Peraih Nobel: Suplai Likuiditas Global Masih Lemah

Likuiditas yang tersedia secara global saat ini masih lemah, terutama untuk menopang negara-negara berpenghasilan rendah.
Penerima penghargaan Nobel bidang ekonomi Abhijit Banerjee (Kanan)/ Britannica
Penerima penghargaan Nobel bidang ekonomi Abhijit Banerjee (Kanan)/ Britannica

Bisnis.com, JAKARTA - Pemulihan ekonomi dunia dari pandemi Covid-19 masih membutuhkan bahan bakar likuiditas dan pengeluaran besar-besaran meski sejumlah negara telah memulai pengetatan fiskal.

Ekonom peraih Nobel Ekonomi 2019 sekaligus akademisi di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Abhijit Banerjee mengatakan likuiditas yang tersedia secara global saat ini masih lemah, terutama untuk menopang negara-negara berpenghasilan rendah.  

"Saya rasa diskusi untuk mengatur aliran dana ke negara-negara yang sangat membutuhkan harus terus diangkat, misalnya di G20. Saya merasa bahwa suplai [likuiditas] secara global masih sangat lemah," kata Banerjee dalam webinar bertajuk Emerging Challenges for the Post-Covid Era, Rabu (30/6/2021).

Dia juga menilai sejauh ini sejumlah pemerintah di dunia, seperti India, mengambil pendekatan konservatif dalam menangani krisis karena kekhawatiran akan inflasi.

Dia pun mendorong tak hanya pemerintah, tetapi juga institusi dan komunitas internasional untuk bergerak cepat menyediakan pendanaan yang dibutuhkan dunia.

Selain suplai likuiditas, dia juga menyorot bantuan vaksin dari negara maju. Menurutnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara super kaya di dunia juga belum cukup memadai untuk mendorong pemulihan.

Misalnya, komitmen donasi vaksin pemerintahan Joe Biden sebanyak 500 juta dosis. Menurutnya, jumlah bantuan itu masih relatif tak menutupi kerugian yang dialami dunia dalam lebih dari satu tahun belakangan.

"Itu adalah jumlah yang kecil dibandingkan dengan rencana infrastruktur Biden, misalnya," lanjut Banerjee.

Selain itu, negara-negara G7 juga berkomitmen untuk bantuan vaksin sebanyak 1 miliar dosis. Menurutnya, jumlah ideal yang kini dibutuhkan adalah 8 miliar dosis.  

"Untuk bidang prudent secara fikal, saya rasa kita butuh 8 miliar dosis [vaksin]" ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper