Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Juni 53,5, Ekspansi Manufaktur Indonesia Mulai Melambat

Perlambatan manufaktur terjadi baik pada sisi produksi maupun permintaan baru. 
Ilustrasi: Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi: Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Survei IHS Markit terbaru melaporkan Purchasing Managers’ Index atau PMI Indonesia pada Juni 2021 tercatat melandai di posisi 53,5 dibandingkan dengan Mei 55,3.

Berdasar laporan tersebut, pelemahan dipicu akibat kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air saat ini. Meski demikian, level di atas 50 poin diklaim masih menjadi level ekspansif kendati tidak setinggi dua bulan sebelumnya.

Secara keseluruhan, Bisnis merangkum PMI sepanjang patuh pertama tahun ini masih berada di level ekspansif yakni Januari 52,2, Februari 50,9, Maret 53,2, April 54,6, Mei 55,3, dan Juni 53,5.

Direktur Asosiasi Ekonomi di IHS Markit Jingyi Pan mengatakan bahwa perlambatan manufaktur terjadi baik pada sisi produksi maupun permintaan baru. 

Selain itu, produsen juga telah mengalami kenaikan biaya bahan baku maupun gangguan distribusi yang menyebabkan perusahaan meneruskan ke pelanggan berupa kenaikan harga.

"Pertumbuhan sektor manufaktur melambat pada Juni, sebagaimana ditunjukkan oleh survei IHS Markit PMI terbaru, dan mencerminkan pengaruh gelombang kedua Covid-19 terhadap sektor manufaktur Indonesia," katanya dalam survei yang dirilis, Kamis (1/7/2021).

Pan menyebut meski terjadi penurunan indeks, pertumbuhan produksi dan penjualan bertahan di level optimistis untuk melihat situasi pandemi segera terkendali sehingga tidak memengaruhi performa perusahaan lebih lanjut.

Adapun, dari segi inflasi, tekanan harga terus terjadi di tengah gangguan gelombang virus Covid-19 saat ini. Inflasi harga bahan baku mengalami akselerasi dengan laju jauh lebih cepat dibanding biaya produksi. Hal itu mengindikasi bahwa saat ini perusahaan berada di bawah tekanan yang cukup kuat.

Sisi lain permintaan dari luar juga berkurang, dengan pertumbuhan pekerjaan ekspor baru turun ke posisi terendah dalam tiga bulan. Perlambatan juga membuat penambahan tenaga kerja dilakukan seminimal mungkin.

“Namun, secara umum, perusahaan tetap optimistis terkait output masa depan walaupun ada gangguan terkait pandemi. Optimisme merupakan tanda yang menggembirakan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper