Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal berpendapat dampak perekonomian yang timbul akibat implementasi PPKM Darurat Jawa dan Bali tidak akan sebesar PSBB yang berlaku tahun lalu, selama kebijakan pengetatan kali ini hanya diterapkan selama dua pekan.
“Jika dibandingkan dengan PSBB cenderung lebih longgar, transportasi masih bisa mengangkut penumpang dan ritel seperti supermarket tetap bisa beroperasi. Jika berlaku selama dua pekan dampak ke ekonomi kuartal III cenderung tidak besar. Namun yang perlu diantisipasi adalah jika penerapannya lebih lama,” kata Faisal, Kamis (1/7/2021).
Dia juga menjelaskan dampak untuk setiap sektor bakal berbeda. Industri manufaktur dengan pusat produksi di luar Jawa dia nilai masih bisa bergerak positif, di antaranya industri besi dan baja dan perkebunan. Sementara untuk sektor yang terdampak besar, menurutnya, akan mengikuti pola kontraksi pada 2020. Sektor-sektor ini mencakup bisnis akomodasi, restoran, dan transportasi.
“Untuk perdagangan eceran seperti ritel modern saya perkirakan juga sudah mulai turun pada Juni. Terutama untuk yang skala besar di pusat perbelanjaan yang terdampak sekali dengan kebijakan ini. Sementara format kecil masih bisa positif,” imbuhnya.
Dalam situasi pembatasan kali ini, Faisal mengatakan pemerintah harus mulai menyalurkann bantuan sosial untuk menjaga daya beli kelompok menengah ke bawah yang pemasukannya tergantung pada sektor informal. Distribusi juga diharapkan dapat dilakukan dengan cepat mengingat realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional baru mencapai 34 persen dari total alokasi Rp699,43 triliun.
“Awal Juli ini harus dipastikan penyaluran berjalan lebih cepat,” kata dia.
Baca Juga
Dalam skenario karantina wilayah menghentikan aktivitas perekonomian di DKI Jakarta sampai 50 persen dalam dua pekan, Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi menganalisis pendapatan rumah tangga di Ibu Kota bisa turun 1,84 persen atau setara dengan Rp11,29 triliun. Selain itu, jumlah tenaga kerja bisa berkurang 2 persen sebanyak 152.527 orang.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran akan menjadi sektor dengan pengurangan tenaga kerja terbanyak, yakni 68.080 orang. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga berisiko kehilangan pekerja sebanyak 26.162 orang dalam skenario ini.