Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia menilai Indonesia masih perlu upaya lebih lanjut untuk mendorong terciptanya pekerjaan kelas menengah (middle-class jobs) guna mendukung upaya menjadi negara kelas menengah (middle-class country).
Dalam laporannya bertajuk “Pathways to Middle-Class Jobs in Indonesia”, Bank Dunia berpendapat bahwa Indonesia memiliki tantangan struktural dalam menciptakan pekerjaan kelas menengah, bahkan sebelum pandemi Covid-19.
Pekerjaan kelas menengah secara fundamental menyediakan pekerja penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan bersama keluarga dengan standar kelas menengah.
Bank Dunia mencatat hanya 13 juta penerima pendapatan yang menghasilkan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah bagi empat anggota keluarga. Jumlah tersebut setara dengan 15 persen dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta.
Oleh karena itu, Bank Dunia merekomendasikan agar Indonesia dapat melakukan pembaruan (reform) untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas melalui peningkatan kompetisi dan kebijakan.
Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri menilai solusi untuk meningkatkan produktivitas adalah melalui sisi suplai, sebagai aspek paling krusial dalam menjawab persoalan mengenai penciptaan kerja untuk kelas menengah. Misalnya, dengan perbaikan pelatihan SDM dan pemberian kredit usaha.
Baca Juga
Meski begitu, Chatib mengatakan perbaikan produktivitas memerlukan waktu yang panjang. Menurutnya, perbaikan dan pengembangan kemampuan atau skill dari SDM tidak bisa dilakukan dalam waktu yang pendek.
“Jadi pertanyaan yang harus dijawab di sini adalah jika kita menginginkan reformasi yang berhasil, faktor yang harus dipertimbangkan adalah transitional risk. Karena dalam jangka pendek, susah sekali untuk mengharapkan bahwa produktivitas meningkat. Namun kalau kita tidak bisa menyesuaikan hal tersebt di jangka pendek, maka akibatnya penyerapan tenaga kerja akan mengalami penurunan,” ujar Chatib dalam peluncuran laporan Bank Dunia “Pathways to Middle-Class Jobs in Indonesia” secara virtual, Rabu (30/6/2021).
Maka itu, Chatib mengatakan salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan spillover yang bisa diperoleh dari investasi langsung asing atau foreign direct investment (FDI). Pasalnya, adanya investasi asing yang masuk dapat mendorong spillover di bidang teknologi melalui mekanisme transfer teknologi.
Misalnya, transfer teknologi di sektor otomotif ke Indonesia hingga saat ini berhasil menjadikan Indonesia salah satu eksportir sepeda motor dan mobil setidaknya di pasar Asean.
“Solusi dalam jangka pendeknya adalah bagaimana memungkinkan foreign direct investment untuk masuk sehingga transfer teknologi bisa terjadi sehingga terjadi peningkatan produktivitas,” ujar Chatib.
Di sisi lain, Chatib tidak menampik bahwa menarik investasi asing bukanlah hal yang mudah. Dia mengatakan agar suatu investasi dari asing dapat diterima secara politis, maka investasi tersebut harus dipastikan memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat.
“Isunya ini political economy. Oleh karena itu, investasi juga harus dilihat di sektor mana yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, sehingga support dari politiknya itu ada, dan masyarakat mendukung reformasi tersebut,” katanya.