Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Sri Mulyani: Reformasi Pajak Dapat Turunkan Tax Gap ke Level Normal

Berdasarkan data Realisasi Perpajakan dan Tax Gap 2019, Indonesia memiliki tax gap sebesar 8,50 persen dan kemampuan mengumpulkan pajak sebesar 9,76 persen dari PDB.
Dany Saputra
Dany Saputra - Bisnis.com 28 Juni 2021  |  13:43 WIB
Sri Mulyani: Reformasi Pajak Dapat Turunkan Tax Gap ke Level Normal
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis - Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan tujuan dan urgensi dalam melakukan reformasi perpajakan. Menurutnya, potensi pelaksanaan reformasi perpajakan adalah untuk menurunkan tax gap atau selisih pajak.

Adapun, tax gap merupakan indikator yang kerap digunakan untuk menggambarkan ketidakpatuhan pajak. Caranya dengan menghitung selisih antara potensi penerimaan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan realisasi penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan.

Sri Mulyani menyebut reformasi perpajakan dapat menurunkan tax gap ke level yang relatif setara dengan level global. Pada negara-negara khususnya berkembang (emerging) dan anggota Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD), benchmark internasional terkait dengan tax gap adalah 3,6 persen, atau disebut dengan normal tax gap.

Sementara itu, berdasarkan data Realisasi Perpajakan dan Tax Gap 2019, Sri Mulyani menyebut Indonesia memiliki tax gap sebesar 8,50 persen dan kemampuan mengumpulkan pajak sebesar 9,76 persen dari PDB.

“Dilihat dari Indonesia, dari sisi kemampuan kita untuk meng-collect pajak itu 9,76 [persen], dan adanya tax gap sebesar 8,5 persen. Sementara normal tax gap yang terjadi di negara-negara lain adalah 3,6 persen, maka untuk Indonesia terdapat potensi tax gap yang harus kita kurangi sebesar mendekati 5 persen dari GDP,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Menteri Hukum dan HAM dan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (28/6/2021).

Menkeu lalu menyatakan bahwa hal tersebut adalah yang ingin diletakkan sebagai fondasi reformasi perpajakan sekaligus perekonomian Indonesia, agar bisa lebih dekat dengan praktik yang terjadi secara global. Namun, reformasi juga diharapkan turut melindungi kepentingan perekonomian Indonesia dan kelompok masyarakat yang lebih rentan.

Meski begitu, Sri Mulyani tidak menampik bahwa kemampuan untuk mengumpulkan pajak di berbagai negara maju, tidak akan pernah bisa mencapai kepatuhan 100 persen, atau semua wajib pajak (WP) patuh membayar.

Adapun perkiraan potensi pajak secara total adalah jika suatu sistem perpajakan memiliki kepatuhan membayar pajak sebesar 100 persen, perlakuan yang sama terhadap seluruh sektor pajak, dan tidak ada exemption (pengecualian), threshold (ambang batas), dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

Pajak perpajakan sri mulyani penerimaan pajak
Editor : Annisa Sulistyo Rini

Artikel Terkait



Berita Terkini

back to top To top