Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Karyawan Eks Merpati Airlines Tuntut Hak Pesangon, Totalnya Capai Rp318 Miliar

Ketua PPEM Anthony Ajawaila menjelaskan sejumlah hak normatif yang belum diterima sejak Merpati menghentikan operasinya pada Februari 2014. 
Ilustrasi. /Bisnis.com
Ilustrasi. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 1.233 mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) mengklaim belum mendapatkan hak normatif dalam bentuk pesangon senilai total Rp318,17 miliar.

Ketua PPEM Anthony Ajawaila menjelaskan sejumlah hak normatif yang belum diterima sejak Merpati menghentikan operasinya pada Februari 2014. 

“Permasalahan kami adalah pesangon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang belum dibayarkan dan tersandera di dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang tak bisa dieksekusi Merpati karena investor masuk penjara. Total sisa hak pesangoon 1.233 karyawan mencapai Rp318,17 miliar,” ujarnya, Rabu (23/6/2021).

Sementara itu, lanjutnya, terkait dengan hak dana pensiun yang belum dibayarkan karena telah dibubarkan oleh Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines (MNA) dan disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) SEJAK 22 Januari 20215.

Hal itu dengan alasan ketidakmampuan pendiri untuk memenuhi kewajiban kepada Dapen MNA. Total nilai solvabilitas sebanyak 1.744 peserta mencapai Rp94,88 miliar yang merupakan nilai awal.

Selanjutnya, ketidakjelasan lainnya, kata dia juga terkait dengan penyelesaian utang MNA dengan anak usaha dapen MNA dan iuran peserta yang tidak dibayarkan MNA ke Dapen. Total kewajiban pendiri, berupa iuran peserta yang belum disetorkan mencapai Rp14 miliar. Di sisi lain, total utang MNA kepada unit usaha mencapai Rp64 miliar.

Anthony menjelaskan pada Februari 2016 perseroan telah mengeluarkan surat pengakuan utang atau SPU kepada karyawan sebesar 30 persen. Berdasarkan isi surat SPU, perusahaan semestinya melunasi hak pesangon pada akhir Desember 2018.

Namun pelunasan hak karyawan terhambat lantaran Merpati mengajukan proposal perdamaian dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang disetujui di Pengadilan Niaga Surabaya. Pengadilan menyatakan Merpati harus bisa beroperasi agar bisa menyelesaikan hak-hak karyawan.

Atas dasar hal tersebut, PPEM mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada Kamis, 17 Juni 2021 sebagai upaya memohon dukungan agar permasalahan pesangon eks-pegawai Merpati segera terselesaikan.

“Kami sudah menempuh berbagai upaya sejak 2016 tetapi hingga kini tidak ada kepastian kapan hak pesangonnya akan dibayarkan. Sedangkan masing-masing eks-pegawai berharap uang pesangon akan dinikmati di masa pensiun, maupun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarganya,” imbuhnya.

Namun, tidak dibayarnya uang pesangon tersebut tentunya menjadi masalah di setiap keluarga pegawai, mulai dari adanya perceraian, anak sakit, putus sekolah, alih kerja menjadi supir ojol, tukang bangunan, dan lainnya. Bahkan setiap minggu pihaknya mendengar kabar kematian rekan sesama eks pegawai Merpati.

Rekan sesama PPEM lainnya, M. Masykoer menambahkan dalam Surat Terbuka Kepada Presiden, PPEM juga menyampaikan apabila MNA akhirnya harus ditutup atau dilikuidasi oleh negara, maka seluruh eks karyawan tidak memiliki daya dan kuasa untuk mencegahnya.

“Namun Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah ‘Habis manis, Sepah dibuang’. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon, begitupun hak Pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya,” katanya.

Dia menjelaskan menjelaskan seluruh unsur pegawai termasuk pilot telah melakukan berbagai upaya untuk menuntut hak-hak normatif tersebut. Sejak tidak menerima gaji mulai Desember 2013, telah melakukan demo hingga akhirnya pada tahun 2016, pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menetapkan Program Restrukturisasi Karyawan berupa PHK masal, dengan pembayaran pesangon dicicil dalam 2 tahap.

Cicilan pesangon Tahap I dibayarkan sebesar 50 persen. “Janji pembayaran cicilan Pesangon Tahap-II tidak pernah terjadi, malah tanpa dipahami oleh pegawai,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper